Jumat, 13 Desember 2013

Kesehatan Mental Materi Kecemasan


KECEMASAN
 (Makalah Kesehatan Mental)






Oleh
Kelompok 6:


1.      Muslimin
2.      Nyi Ayu Revi Soraya
3.      Qomarul Hasanah
4.      Rinda Maulina
5.      Siti Nurhalimah    
6.      Yessy Ari Estiani Sutopo
7.      Yuli Setiowati





logo-unila-bw.jpg



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012







BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Mungkin sebaiknya kita merubah cara pandang kita terhadap gangguan-gangguan kecemasan. Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas. Rasa cemas ini biasanya terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalkan, orang merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika ujian berlangsung, dan masih banyak lagi. Kecemasan yang dimiliki seorang seperti diatas adalah normal. Bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh manusia. Akan tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebih atau melebihi kapasitas pada umumnya.

Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan anxiety disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita anxiety disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri tersebut. Salh satunya terganggunya fungsi sosial dalam diri individu. Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya.
Kenyataannya, pemahaman ini justru sebaliknya. Hal itu sering kali menimbulkan masalah ketika kita beranjak dewasa dan tiba saatnya memilih bidang pendidikan dan karier. Pemahaman itu sedikit banyak menciptakan ilusi akan beragam pilihan bidang pendidikan dan karier yang menjanjikan  masa depan.

1.2  Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil  diskusi, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari kecemasan?
2.      Sebut dan jelaskan jenis gangguan kecemasan?
3.      Bagaimana cara menghilangkan kecemasan?
4.      Sebutkan sumber-sumber kecemasan!
5.      Apa yang dimaksud dengan gangguan kecemasan?
6.      Bagaimana proses terjadinya kecemasan?
7.      Apa sajakah aspek-aspek kecemasan?

1.2.2  Pembatasan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas, sehingga pembaca dapat mengetahui secara garis besar isi dari makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1.      Pengertian kecemasan
2.      Jenis gangguan kecemasan
3.      Cara menghilangkan kecemasan
4.      Sumber-sumber kecemasan
5.      Gangguan kecemasan
6.      Proses terjadinya kecemasan
7.      Aspek-aspek kecemasan

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh nilai semester pertama,
2. Untuk melatih pembuatan makalah berikutnya,
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang kecemasan
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini, adalah sebagai berikut:
Metode Kepustakaan melalui buku panduan Yaitu metode penelitian dengan mengumpulkan data yang berasal dari beberapa buku yang dianggap sumber itu relevan.


1.5  Sistematika Penulisan

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN, meliputi:
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
1.2.2 Pembatasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN, yang mencakup:
2.1Pengertian kecemasan
2.2 Jenis gangguan kecemasan
2.3 Cara menghilangkan kecemasan
2.4 Sumber-sumber kecemasan
2.5 Gangguan kecemasan
2.6 Proses terjadinya kecemasan
2.7 Aspek-aspek kecemasan

BAB III PENUTUP, yang mencakup:

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KECEMASAN
Menurut Kaplan dan Sadock (1997) gangguan kecemasan adalah suatu gangguan yang paling dipengaruhi oleh criteria diagnostic didalam DSM-III, edisi ketiga yang direvisi DSM-III-R, dan edisi keempat DSM – IV .
Hamper satu abad yang lalu,Sigmund Freud memperkenalkan istilah “ neorosis kecemasan” dan mengidentifikasikan dua bentuk kecemasan
1.         Kecemasan yang dihasilkan oleh libido yang tebendung
2.         Bentuk kecemasan yang ditandai oleh rasa khawatir dan kehawatiran yang berasal dari pikiran atau harapan yang terepresi:
·         Neorosis psikoanalitik dan gangguan dalam DSM-IV
·         Neoroisis ikasik
·         Kecemasan
·         Fobia
·         Opsesif kompulsif
·         Depresif
·         Histerik (konfersi)
·         Hosterik (disosiatik)
·         Hipokondriakal

Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi terhadap ancaman dari rasa sakit maupun dunia luar yang tidak siap di tanggulangi dan berfungsi memperingatkan individu akan adanya bahaya. Kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi disebut sebagai traumatik. Saat ego tidak mampu mengatasi kecemasan secara rasional, maka ego akan memunculkan mekanisme bertahanan ego (ego defenese mechanism).

Ahli lain, Priest (1994) berpendapat bahwa kecemasan atau perasaan cemas adalah suatu keadan yg dialami ketika berfikir tentang suatu yang tidak menyenangkan terjadi. Calhoun dan Acocela (1995) menambahkan, kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistik maupun tidak realistik) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan.

Atkinson menjelaskan bahwa kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kehuatiran dan perasan takut. segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme dapat menimbulkan kecemasan, konflik merupakan salah satu sumber munculnya rasa cemas adanya ancaman fisik, ancaman terhadap diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan di luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan.

Menurut David dan Palladino (1997), kecemasan memiliki pengertian sebagai perasaan umum yang memiliki karakteristik prilaku dan kognitif atau simptom psikologikal. 19% laki-laki dan 31% perempuan pernah merasakan kecemasan.

·      Manifestasi  prifer  dari kecemasan
Diare,pusing,melayang,hiperhidrosis,hipertensi,palpitasi,gelisah,sinkop,takikardia,rasa gatal di anggota gerak,tremor,gangguan lambung,frekuensi urin,urgensi,dsb.

Gangguan kecemasan dapat di klasifikasikan menjadi:
1.         Kecemasan normal (kecemasan ini sering dialami oleh setiap orang yang dengan rasa takut yang difus,tidak menyenangkan,samar-samar).
2.         Kecemsan patologis
Berdsarkan  teori  psikologis dibagi menjadi 3 yaitu :
-            Teori  psikoanalitik
-            Teori prilaku
-            Teori  eksistensia
Berdasarkan teori biologis
-                      System saraf otonom
-                      Neorotransmiter
-                      Penelitian pencitraan otak
-                      Penelitian genetika
-                      Pertimbangan neoro anatomis

2.2 JENIS-JENIS GANGGUAN KECEMASAN
A.  FOBIA
Fobia adalah ketakutaan luar biasa yang tidak masukn akal yang menggangu kehiduoan seseorang yang sebenarnya normal. Sedangkan fobia social adalah ketakutan terhadap situasi social dimana seseorang mungkin diamatin oleh orang lain. Fobia spesifik adalah ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek  (Davison&Neale,2001).
Tujuh rasa takut yang paling umun dilaporkan oleh orang dewasa ular,tempat yang tinggi,angin kencang,dokter,sakit,luka,dan kematian (Agras,1975).contoh gangguan fobia adalah seorang wanita yang takut akan tempat tertutup, sehingga ia tidak berani naik lift.

Fobia yang paling umum adalah fobia yang cukup luas yang disebut fobia agora (agora berasal dari kata yunani, yang berarti kumpulan atau tempat dipasar). Orang yang mengalami gangguan ini takut berada sendiri dalam suatu suasan yang tidak dikenalnya.
Para orang tua yang takut cenderung menghasilkan anak-anak yang penakut pula. Menurut DSM-IV fobia dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu fobia spesifik (dalam DSM II disebut “simple phobia”) dan fobia social.

·      Fobia  Spesifik
Fobia ini lebih umum terjadi pada perempuan (Kaplap, Sadock, & Grebb, 1994; Kessler dsalam Davison & neale, 2001).
Jenis fobia menurut DSM IV dapaat digolongkan dalam 5 hal yaitu :
a.         Tipe fobia terhadap binatang
b.         Tipe lingkungan alam
c.         Tipe fobia terhadap suntikan,darah,luka
d.        Tipe situasional
e.         Tipe lainnya



·      Fobia  Sosial
Merupakan ketakutan yang tidak rasional dan menetap biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain, individu menghindari  situasi dimana ia mungkin dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan prilaku yang memalukan (Kaplon, Sadock, & Grebb,1994, Davison&Neale,2001).

§  Etiologi Gangguan Fobia
Sudut Pandang Psikoanalisa
Teori psikoanalisa menekankan pada ketidaksadaran sehingga menjelaskan tentang fobia pun berawal dari konsep ini. Fred sebagaimana dikutip oleh Kaplan, Sadock, dan Grebb(1994), mengemukakan hipotesis bahwa fungsi utama diri kecemasan adalah memberi tanda kepada ego bahwa dorongan terlarang berasal dari ketidaksadaran akan muncul kesadaran.

Reaksi fobia adalah defens untuk melawan kecemasan yang ditimbulkan oleh impul-impuls id yang dierepres (Davidson&neale,2001). Sebagai upaya untuk menghindar dari konflik yang direpres tersebut, kecemasan dialihkan dari impuls tersebut dan di pindahkan pada objek dan situasi yang memilki hubungan simbolik dengannya (yaitu stimulus yang ditakuti).

Sudut Pandang Tingkah laku (Behavioural)
Menurut pandangan teori behavioural, reaksi fobia adalah reaksi yang dipellajari dan dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip belajar,antara lain:

Avoidance-conditining. jOhn B.Watson & Rayner( dalam Davidson &Neale 2001),  mengemukakan hipotesis bahwa fobia dapat dipeljari melalui kondisioning menghindar, yang prosesnya adalah sebagai berikut:

Menurut teori kondisioning klasik, seseorang dapat belajar untuk takut pada stumulus netral(CS) yang dipasangkn dengan sesuatu yang secara intrinsik menakutkan atau menyakitkan(UCS). Orang tersebut belajar mengurangi ketakutannya terhadap stimulus terkondisi(CS) dengan menghindarinya. Selanjutnya berdasarkan prinsip operant conditioning,respon semcam ini dipertahankan adanya kosekuensi berupa berkurangnya rasa takut. Modeling. ketakutan dapat dipelajari dengan cara mengobservasi dan menirukan reaksi orang lain (vicarious leranning) tidak hanya melalui pengalaman tidak menyenangkan dengan hal yang ditakuti. Bahkan fobia juga dapat dipelajari melalui interuksi ferbal atau deskripsi dari orang lain.

Sudut Pandang kognitif
Teori kognitif menfokuskan pada bagaimana proses berfikir seseorang dapat menjadi penyebab serta bagaimana fikiran-fikiran tersebut dapat mempertahankan reaksi fobia. Menurut pandangan ini, kecemasan berhubungan dengan kecenderungan untuk lebih memperhatikan stimulus negatif, menginterprestasikan informasi yang ambigu sebagai ancaman dan percaya bahwa peristiwa –peristiwa tidak menyenangkan akan terjadi lagi dimasa mendatang (Matthew & Mcleod dalam Davidson & Neale,2001).

Sudut Pandang Biologis
Menurut asumsi Lacey (dalam Davidson & Leane, 2001), kelabilan individu, dimana system otonomnya lebih mudah dibangkitkan oleh berbagai macam stimulus, menjadi factor yang penting. Dalam terbentuknya prilaku fobia, karena labilitas otonom antara lain ditentukan secara genetic, maka GABBAY (dalam Davidson dan Neale,2001) mengemukakan dugaannya bahwa, factor keturunan juga memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan fobia. Hasil penelitian Fyer, et. Al. (1995) dan Stein, et. Al (1998) sebagaimana dimuat dalam Davidson & Neale, 2001 menunjukkan orang-orang yang mengalami fobia memiliki prefarensi rata-rata yang lebih tinggi apabil mereka memilki keluarga dengan fobia. Meskipun demikian, genetic bukanlah penyebab utama fobia, dan sejauh ini belum ada bukti yang jelas tentang sejauh mana keterlibatan factor genetic terhadap terbentuknya fobia.

§  Terapi Untuk Gangguan Fobia
Pendekatan psikoanalisis
Tujuan psikoanalisa adalah untuk mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrim dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini. Beberapa kombinasi teknik dapat digunakan, misalnya asosiasi bebas dan mimpi. Namun beberapa analisis ego kontepore melakukan penangan terhadap fobia dengan meminta orang tersebut menghadapi atau konfrontir fobianya.hal ini penting untuk mengobati sintom, meskipun tidak dapat mengobati konflik yang diasumsikan penyebab fobia (Dafinson & Daniale, 2010).

Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini menggunakan desentisasi sistematis sebagai metode utama. Individu yang mengalami fobia yang makin lama makin menakutkannya, sementara mereka dalam keadaan tenang (ada proses relaksasi). Namun metode relaksasi tidak dapat diterapkan pada individu yang mengalami fobia darah dan suntikan, karena meningkatkan kecenderungan pingsan, serta meningkatkan ketakutan. Untuk membantu individu yang mengalami fobia social dapat dilakukan dengan mengajarkan keterampilan social melalui bermain peran dan pengulangan interaksi social didalam runangan terapi.

Teknik lain yang dapat digunakan untuk menangani fobia spesifik adalah modeling, floding, dan successif, eapproximation. Melalui modeling individu menyaksikan oranglain berinteraksi dengan sesuatu yang menjadi objek fobia tanpa rasa takut. Pada teknik floding klien diharapkan secara langsung pada sumber fobianya dengan intensitas penuh. Namun cara ini sebaiknya digunakan sebagai alternative terakhir, karena dapat menimbulkan ketidak nyamanan yang besar. Sedangkan dalam succesif, eapproximation, sumber fobia yang sebenarnya ditampilkan sedikit demi sedikit, dan individu mendapat imbalan setiap kali berhasil setiap mendekati objek. Teknik ini merupakan bentuk dari metode shaping(Dafinson&Daniale, 2010).

Pendekatan Kognitif
Pandangan kognitif cukup skeptic. Sebab menurut para ahlinya individu telah menyadari bahwa ketakutan pada fobia merupkan suatu hal yang berlebihan, dan mereka pun dianggap telah mengetahui bahwa objek fobia sesungguhnya merupakan sesuatu yang tidak berbahaya.

Sedangkan untuk menangani social individu dipersuasi untuk mempersepsi reaksi orang lain secara lebih akurat dan mulai mengurangi ketergantungan terhadap persetujuan dari orang lain, agar dapat timbul perasaan beharga dalam dirinya. Metode yang diperkenalkan oleh Beck dan Ellis ( Dafinson & Daniele, 2010) ini dapat pula dikombinasikan dengan keterampilan sosial.

Pendekatan Biologis
Penanganan secara biologis untuk fobia adalah memberikan obat-obatan sedative trankuilizer, atau anxiolytics yang dapat mengurangi kecemasan. Untuk saat ini obat yang banyak digunakan adalah obat-obatan anti depresi.

2.    GANGGUAN PANIK
Kaplan, Sadock, & Grebb (1994) mengemukakan bahwa gangguan panic memiliki karakteristiknya terjadinya serangan panic yang spontan dan tidak terduga. Sedangkan pengertian serangan panic adalah kecemasan atau ketakutan yang sangat intens dalam waktu yang relative singkat ( biasanya kurang dari 1 jam), dan disertai dengan simtom somatic seperti berkeringat dingin. Terjadinya serangan panic dapat bervariasi misalnya beberapa kali dalam satu hari atau beberapa hari sekali, jika terdapat hubungan yang erat antara pemicu situsional dengan serangan panic, maka keadaaan ini disebut cued panic attack. Serangan panic yang tidak terjadi dalam keadaan yang tidak berbahaya seperti saat tidur atau sedang melakukan relaksasi disebut uncued panic attack ( Navison & Neale, 2001 ) Davison dan Neale (2001) menjelaskan beberapa simtom yang dapat muncul pada gangguan panic antara lain sulit bernafas, jantung berdebar keras, mual, rasa sakit didada, pening, berkeringat dingin, gemetar, khawatiran yang intens, teror dan sebagainya.

Bahkan mungkin juga muncul depersonalisasi (perasaan subjektif bahwa dirinya tidak nyata,aneh atau tidak dikenal, misalnya tangan menjadi lebih panjang wajah menjadi aneh bentuknya sehingga tidak dikenali dll) dan derealisasi  (perasaan subyektif  bahwa lingkungan menjadi aneh dan tidak nyata, perasaan adanya perubahan realitas, misalnya melihat lingkungan rumah bewarna kehitaman seperti habis terbakar ) ( Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994). Hal lain yang penting dalam diagnose gangguan panic adalah bahwa individu merasa setiap serangan panic merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan (Barlow & Durarand, 1995).

Gangguan panic seringkali disertai dengan “Angraphobia”, sebuah istilah yang berasal dari  bahasa yunani “ agora” yang bearti tempat berbelanja. Pengertian angraphobia sendiri adalah ketakutan untuk berada ditengah-tenganh tempat umum dan tidak dapat keluar atau menemukan bantuan pada saat ia mendapat serangan panic ( Davison & Neale, 2001 ). Angrophobia biasanya terjadi disertai dengan gangguan panic, namun ada juga angrophobia yang terjadi tanpa ada riwayat gangguan panic.

§  Etiologi Gangguan Panic
Teori biologis
Salah satu teori biologis menyatakn bahwa pada beberapa kasus, sensasi fisik yang disebabkan penyakit membuat bebrapa orang mengalami gangguan panic (Asmundson, Larsen dan Strein,1998;Hamada, et. al 1998), gangguan panic ini menurun dalam keluarga sedangkan teori lainnya menyatakn bahwa gangguan panic disebabkan aktivitas yang berlebihan dari system nonadregenic. Penelitin biologi lain menfokuskan pada manipulasi eksprimental yang dapat menimbulkan serangan panic. Salah satu pendekatan berpendapat bahwa serangan panic berhubungan dengan hiperventilansi atau pernapasan yang berlebihan (Ley, 1987).



Teori Psikologis
Prinsip utama dari teori psikologis untuk menjelaskan agoraphobia dalam hipotesis takut pada rasa takut yang mengasumsikan bahwa agoraphobia bukanlah ketakutan untuk berada ditempat umum,namun ketakutan akan mendapat serangan panic ditempat umum. Sedangkan dasar terjadinya serangan panic diperkirakan adalah system saraf otonom yang terlalu aktif (barlow, 1988) yang disertai kecenderungan psikologis untuk menjadi sangat terganggu dengan sensasi yang terlalu aktif tersebut. Sehingga pada individu yang pernah mengalami gangguan panic timbul siklus sebagai berikut: adanya ketakutan akn mengalami kembali serangan panic yang meningkatkan aktivitas syaraf otonom, akan di interprestasi sebagai sesuatu yang benar dan membahayakan, selanjutnya justru memunculkan serangan panic (Craske &Barlow, 1993).

§  Terapi Untuk Gangguan Panik dan Agrophobia
Penanganan Biologis
Beberapa obat dapat diberikan pada penderita gangguan panic seperti anti depresan dan anxiolytics. Pada sisi positifnya, obat ini dapat membantu manghilangkan sintom yang muncul pada penderita. Namun sisi negatifnya adalah bahwa obat harus diberikan terus menerus, mengingat sintom akan muncul kembali setelah berhenti (Flyer, Sandberg &Klein dalam Davison &Neale, 2001). Selain itu penderita juga mungkin mengalami beberapa gejala yang merupakan efek samping dari obat tersebut.

Penanganan Psikologis
Menangani agoraphobia melalui pemaparan tidak selalu mengurangi serangan panic (Michelson, Mavissakalian, & Marchione,1985). Dengan demikian penanganan psikologis terhadap gangguan panic telah berubah arah dalam beberapa tahun terakhir, menfokuskan pada penemuan bahwa pasien mengalami kekhawatiran yang berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan bereaksi secara berlebihan . Oleh karena itu Barlow dan teman-temannya mengembangkan terapi pengenadalian kepanikan yang memiliki 3 komponen utama yaitu:

( a) pelatihan relaksasi
(b) kombinasi intervensi kognitif-behavioral dari Beck & Ellis
(c) pengenalan dalam tanda-tanda internal yang memicu panic.

3.    GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH ( GENERALIZED ANXIETY DISORDER
Gangguan kecemasan menyeluruh adalah kekhwatiran yang berlebihan yang bersifat perfasive disertai dengan berbagai simtom somatic yang menyebabakan gangguan yang signifikan dalam kehidupan social atau pekerjaan. Indivudu yang menderita gangguan kecemasan menyeluruh (GAD) terus menerus merasa cemas dan sering kali tentang hal-hal kecil, pasien yang menderita GAD memiliki kekhawatiran kronis, mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal dan menganggap khawatiran mereka sebagai sesuatu yang tidak dapat dikontrol ( Ruscio, Borkovek & Ruscio 2001 ) khawatiran yang paling sering dirasakan oleh para pasien GAD adalah kesehatan mereka dan masalah muncul sehari-hari, misalnya terlambat menghadiri pertemuan atau terlalu banyak yang harus diselesaikan.

Ciri dari GAD adalah mencakup kesulitan berkonsentrasi, sangat mudah lelah, tidak sabaran, mudah tersinggung, dan tegangan otot yang sangat, meskipun pasien menderita gangguan ini tidak mengupayakan penanagan psikologis, prevelensi sepanjang hidup gangguan ini cukup tinggi.

§  Etiologi Gangguan Anxietas Menyeluruh
Pandangan Psikoanalisis
Teori psikoanalisis berpendapat bahwa sumber kecemasan menyeluruh adalah konflik yang tidak disadari antara ego dan impuls-impuls tersebut, yang biasanya bersifat seksual dan agresif, berusaha untuk mengekpresikan diri namun ego tidak membiarkannya karena tanpa disadari ia merasa takut terhadap hukuman yang diterima, karena sumber kecemasan tidak disadari maka individu juga tidak mengetahui penyebab kecemasnnya. Sumber kecemasan yang sebenarnya yaitu berupa hasrat-hasrat yang berhubungan dengan impuls-impuls id yang ditekan dan berjuang untuk mengekpresikan diri selalu hadir sehungga bisa dikatakan bahwa tidak ada cara untuk menghindari kecemasan, jika seorang meninggalkan id, maka ia tidak hidup lagi.

Pandangan Kognitif-Behavioral
Teori ini berpendapat bahwa GAD disebabkan oleh proses-proses berpikir yang menyimpang. Orang yang menderita gangguan ini seringkali salah mempersepsi kejadian-kejadian biasa misalnya, menyeberang jalan sebagai suatu hal yang mengancam, dan kognisi mereka terpaku pada antisipasi berbagai bencana pada masa mendatang (Beck dkk,1987; Ingram & Kendall, 1989). Perhatian pasien GAD mudah terarah pada stimuli yang mengancam (Mogg, Miller, & Bradley, 2000; Thayer dkk, 2000), terlebih lagi pasien GAD lebih terpicu untuk menginterpretasi stimuli yang tidak jelas sebagai sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai kejadian yang mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka(Butler&Mathews, 1983).

Sensitivitas pasien GAD yang sangat tinggi terhadap stimuli yang mengancam juga muncul walaupun stimuli tersebut tidak dapat diterima secara sadar (Bradley dkk, 1995). Kunci untuk memahami posisi ini adalah menyadari bahwa kekhawatiran tidak menciptakan banyak ketegangan emosionalmisalnya gangguan ini tidak menciptakan perubahan fisiologis yang biasanya menyertai emosi dan pada kenyataannya menghambat proses stimuli emosional, dengan demikian melalui rasa khawatir, orang yang menderita gangguan ini menghindari berbagai citra yang tidak mengenakkan, dan sebagai konsekuensinya kecemasan yang mereka rasakan terhadap berbagai citra tersebut tidak hilang, salh satu citra yang memicu kecemasan adlah individu yang mengalami pascatrauma mencakup kematian, cedera, atau penyakit.

Pandangan Biologis
Beberapa studi mengindikasikan bahwa GAD dapt memiliki komponen genetic. GAD sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan penderita gangguan ini, dan terdapat kesesuaian yang lebih tinggi diantara kembar MZ disbanding kembar DZ, namun tingkat komponen genetic ini tampaknya rendah (Hettema, M.Neale & Kendler, 2000). Model nourobiologis yang paling umum untuk gangguan ini dilandasi oleh pengetahuan mengenai cara kerja benzodiazepine, suatu kelompok obat-obatan yang seringkali efektif untuk menangani kecemasan.

Para peneliti menemukan suatu reseptor dalam otak untuk benzodiazepine yang berhubungan dengan neurotransmitterpenghambat yaitu, asam gamma-aminobutyric (GABA). Pada reaksi ketakutan yang normal, neuron di seluruh otak memicu dan menciptakan kecemasan. Proses tersebut juga merangsang system GABA yang menghambat aktifitas ini dan mengurangi kecemasan. GAD dapat disebabkan oleh kerusakan dalam system GABA sehingga kecemasan tidak dapat dikendalikan. Benzodiazepine dapat menguramgi kecemasan dengan meningkatkan pelepasan GABA sehingga obat-obatan yang menghambat system GABA memicu peningkatan (Insell, 1986).

§  Terapi Gangguan Anxietas Menyeluruh
Pendekatan Psikoanalisis
Karena memandang gangguan kecemasan menyeluruh ini berasal dari konflik-konflik yang ditekan, sebagian besar psikoanalisis bekerja untuk membantu pasien untuk menghadapi sumber-sumber konflik yang sebenarnya. Satu studi tanpa control menggunakan intervensi psikodinamika yang memfokuskan pada konflik interpersonal dalam kehidupan masa lalu dan masa kini pasien kemudian mendorong cara yang lebih adaptif untuk berhubungan dengan orang lain pada saat ini, sama dengan para terapis kognitif behavioral mendorong penyelesaian masalah social (cf.hal 582).

Pendekatan Behavioral
Para ahli behavioral menangani kecemasan menyeluruh dengan berbagai cara, jika terapis menganggap kecemasan sebagai serangkaian respon terhadap berbagai situasi yang dapat diidentifikasi, apa yang tampak sebagai kecemasan yang bebas mengalir dapt diformulasi ulang pada satu fobia atau lebih atau kecemasan berisyarat, misalnya seorang terapis behavioral dapat menyimpulkan bahwa klien yang mengalami kecemasan menyeluruh tampaknya secara lebih spesifik memiliki ketakutan untuk mengkritik dan di kritik orang lain. Kecemasan tampak bebas mengalir hanya karena klien menghabiskan banyak waktu dengan banyak orang, terapis perilaku harus memformulasi ulang apa yang awalnya tampak sebagai GAD menjadi semacam fobia. Meskipun demikian, trjadi kesulitan untuk menemukan penyebab spesifik kecemasan yang diderita pasien tersebut. Kesulitan semacam itu memicu para ahli klinis behavioral untuk memberikan penanganan yang lebih umum seperti training relaksasi intensif dengan harapan bahwa belajar untuk rileks ketika mulai merasa tegang seiring mereka menjalani hidup akan mencegah kecemasan berkembang tanpa kendali (Barlow dkk, 1804; Barkovec & Mathews, 1988; Ost, 1978b). Para pasien diajarkan untuk melemaskan ketegangan tingkt rendah, merespon kecemasan yang baru muncul dengan relaksasi daripada dengan kepanikan (Goldfried, 1971; Suinn&Richardson, 1971). Dan baru-baru ini strategi ini telah dibuktikan sangat efektif untuk mengurangi GAD (a.l., Borkovec & Roemer, 1994; Borkovec & Whisman, 1996; kajian Derubeis & Crits-Cristoph, 1998; Boorkovec & Ruscio di media).

Pendekatan Kognitif
Jika suatu perasaan tidak berdaya tampaknya mendasari kecemasan pervasive,terapis berorientasi kognitif akan membantu klien menguasai keterampilan apapun yang dapat menumbuhkan perasaan kompeten. Keterampilan tersebut termasuk asertivitas yang dapat diajarkan melalui intruksi verbal, modeling, atau pembentukan operant, dan juga kombinasi secara hati-hati dari ketiganya (Goldfried & Davidson, 1994). Teknik-teknik kognitif juga digunakan dalm penanganan kekhawatiran kronis, komponen utama GAD. Kekhawatiran walau bagaimanapun merupakan kejadian kognitif yang memikirkan tentang berbagai kemungkinan yang menakutkan. Pendekatan Borkovec (a.l., Borkovec & Costello, 1993) mengkombinasikan berbagai elemen Wolpe dan Beck yaitu, mendorong pemaparan bertingkat terhadap berbagai situasi yang menyebabkan kekhawatiran seiring pasien mencoba menerapkan ketermpilan relaksasi dan analisis logis terhadap berbagai hal.

Secara kontras, Barlow dan rekan-rekannya lebih senang terhadap pemaparan dalam waktu yang lama dan berlebihan terhadap sumber masalah kecemasan berlebihan seseorang (Brown, O’Leary, & Barlow, 2001). Misalnya seorang yang mersa kawatir terhadap pasangannya yang pulang terlambat akan didorong untuk membayangkan kemungkinan terburuk seperti pesawat yang ditumpanginya jatuh. Pasien diminta membayangkan hal ekstream dan sangat tidak mungkin selama setmgah jam atau lebih kemudian memikirkan sebanyak mungkin kemungkinan lain atas keterlambatan tersebut misalnya kesulitan memperoleh taksi atau terjebak dalam kemacetan lalu lintas sehingga hal ini diasumsikan dapat mengurangi kekawatiran pasien dengan alas an bahwa pasien tetap berada dalam situasi yang menakutkan sehingga kecemasan diyakini akan terhapus, kemudian dengan mempertimbangkan kemungkinan ketakutan terbunuh yang dapt terbayangkan dimana pasien mengubah reaksi kognitifnya terhadap keterlambatan pasangannya.

Terapi kognitif-perilaku lebih unggul jika dibandingakan dengan terapi benzodiazepine karena memang jika dikombinasikan dengan terapi obat, hasilnya lebih buruk disbanding bila digunakan tanpa kombinasi (Power dkk, 1990). Study terapi kognitif-behavioral bagi GAD menemukan bahwa perbaikan kondisi berkaitan dengan kedatangan pasien yang ingin mengurangi ketergantungan pada obat-obatan psikoaktif seperti valium (Brown dkk, 2001)

Pendekatan Biologis
Anxiolityc seperti jenis yang disebutkan untuk menangani fobia dan gangguan panic mungkin merupakan penanganan yang paling banyak digunakan untuk gangguan kecemasan menyeluruh. Obat-obatan terutama benzodiazepine seperti valium da xanax juga buspirone seringkali digunakan karena pevasivitas gangguan, setelah diminum, obat tersebut akan bekerja selama beberapa jam dalm berbagai situasi yang dihadapi. Sejumlah study doble blind menegaskan bahwa obat-obatan tersbut memberi lebih banyak manfaat bagi para pasien GAD disbanding placebo (Apter&Allen, 1999).

Beberapa studi menunjukkan efektiviatas beberapa antidepresan tertentu dari jenis tricylic dan ssri (Pollack dkk, 2001; roy-byrne,&Cowley, 1998). Namun obat-obatan tersebut memiliki efek samoing yang tidak dikehendaki mulai dri mengantuk, kehilangan memori, dan depresi hinnga ketergantungan fisik serta kerusakan organ-organ tubuh selain itu jika pasien tidak minum obat, manfat yang diperoleh biasanya akan hilang (Barlow, 1988). Mungkin hilangnya manfaat tersebut terjadi karena pasien mengatribusikan perbaikan kondisinya pada hal eksternal yaitu pengobatan itu sendiri bukan pada perubahan internal dan upaya coping yang dilakukannya (davidso&vallins, 1969) sehimgga dengan demikian oasien tetap mempercayai bahwa kemungkinan kecemasan dan kekawatiran tetap tidak dapt dikendalikan.

4.    GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA
Gangguan Stres Pascatrauma dimaksudkan dalam DSM-III yang mencangkup respon extrem terhadap stressor berat termasuk meningkatkan kecemasan, penghindaran stimuli yang di asosiasikan dengan trauma dan tumpulnya respon emosional. Seperti halnya gangguan lain dalam DSM, PTSD ditentukan oleh sekelompok simtom namun tidak seperti definisi gangguan psikologis lainnya, definisi PTSD mancangkup bagian dari asumsi etiologi yaitu, suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, atau cedera serius atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang.

Terdapat perbedaan antara gangguan stres pasca trauma dan gangguan stres akut, suatu diagnosis pertama kali muncul dalam DSM-IV. Hampir semua orang yang trauma mengalami stres, terkadang sampai tingkat yang sangat berat, dan hal itu normal. Jika stressor menyebabkan kerusakan yang signifikan dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan selama kurang dari 1 bulan, maka diagnosis yang ditegapkan adalah gangguan stres akut.

PTSD dimasukan stres berat dalam DSM dimaksudkan untuk menunjukan pengakuan resmi bahwa penyebab PTSD yang utama adalah peristiwa yang terjadi, bukan orang yang bersangkutan. Sintam-sintom PTSD dikelompokan dalam tiga kategori pertama, diagnosis dapat ditegakkan jika sintom-sintom dalam tiap katagori berlangsung selamat lebih dari 1 bulan.

1.         Mengalami kembali peristiwa traumatis: Individu sering kali teringat pada kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Penderitaan emosional yang mendalam menimbulkan oleh stimuli yang menimbulkan kejadian tersebut.Pentingnya mengalami kembali tidak dapat diremehkan karena kemungkinan merupakan penyebab simtom-simtom kategori lain. Beberapa teori PTSD membuat mengalami kembali sebagai ciri utama dengan mengatribusikan gangguan tersebut pada ketidakmampuan mengintegrasikan kejadian traumatic kedalam skema yang ada pada saat ini (a.l.foa, Zinbarg, & Rothbaum, 1992; Horowitz, 1986).
2.         Upaya menghindar yang menetap terhadap hal-hal yang mengingatkan pada pristiwa traumatic dan penumpulan respon terhadap stimulus tersebut. Orang yang bersangkutan berusaha menghindari untuk berfikir tentang trauma atau menghadapi stimuli yang akan mengingatkan pada kejadian tersebut sehingga dapat terjadi amnesia terhadap kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurutnya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan, dan ketidak mampuan untuk merasakan berbagai emosi positif.
3.         Meningkatnya aktivitas secara persisten, antara lain tidak dapat tidur, mudah tersinggung atau meledak, sulit konsentrasi, berjaga-jaga, respon terkejut yang berlebihan.

§  Etiologi Gangguan Stress Pascatrauma
 Faktor-faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor PTSD, berdasarkan kejadian traumatic yang dialami prediktor PTSD mencakup ancaman yang dirasakan terhadap nyawa, berjenis kelamin perempuan, berpisah dari orang tua dimasa kecil, riwayat gangguan dalam keluarga, berbagai pengalaman traumatis sebelumnya, dan gangguan yang dialami sebelumnya(suatu gangguan anxietas atau depresi)(Breslow dkk,1997,1999;Ehlers, Malow dan Briyant, 1998;Nisthist,Mechanic & Resick, 2000;Stin,1997).

Teori-teori Psikologis
Ahli Psikologi Behavioralistic berpendapat bahwa PTSD muncul kerena adanya proses belajar melalui kondisionig klasik terhadap rasa takut sedangkan tori psikodinamikayang dikemukakan oleh horowitz(1986,1990) menyatakn bahwa ingatan tentang kejadian traumatic muncul secara konstan dalam pikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehingga secara sadar mereka mensupresikan(melalui distraksi, contohnya) atau merepresinya.

Teori – teori biologis
Penelitian pada orang kembar dan keluarga menunjukan kemungkinan diathesis genetic dalam PTSD ( Hattema, Neala, dan Kendler, 2001 ). Terlebih lagi, trauma dapat mengaktifasi system noradrenergic, meningkatkan level norepinefrin sehingga membuat orang Terapi Gangguan stress Pascatrauma
Penanganan PTSD terlepas dari orientasi teoritis terapis mencakup pemaparan terhadap stimuli yang menimbulkan ketakutan, namun dalam kasus PTSD didefenisikan sebagai reaksi kecemasan terhadap terhadap kejadian traumatic yang dikenal, pemaparan dilakukan terhadap kejadian asli yang menimbulkan ketakutan.
Dengan suatu cara, orang yang mengalami trauma didorong untuk menghadapi sesuatu yang memicu trauma awaldengan tujuan untuk menguasainya dan menghilangkan kecemasan berat yang berkaitan dengan kejadian mengerikan tersebut.

Debriefing Stres Inciden Kritikal
Terdapat area spesialisasi yang sedang berkembang dan kadangkala di sebut traumalogi, konseling duka cita, debriefing yang terdiri dari berbagai macam profesional kesehatan mental (psikolog, psikiater, pekerja sosial, dan konselor yang telah menjalani profesional minimal).

Meskipun teknik teknik yang dilakukan berbeda terdapat kesamaan dalam hal kepercayaan yang telah lama dianut bahwa hal terbaik adalah mengintervensikan sebanyak mungkin korban selamat 24 jam hingga 72 jam setelah terjadinya pristiwa traumatic, tepat sebelum PTSD memiliki kesempatan untuk berkembang dan mendorong mereka untuk mengkaji secara detail tentang apa yang terjadi dan mengekspresikan sekuat mungkin perasaan mereka tentang kejadian mengerikan tersebut.
Penderita trauma tidak langsung menjadi PTSD bahkan sebagian besar menderita gangguan stres akut dimana mereka mengalami berbagai emosi negatif ekstrem dan kehidupan mereka terganggu.

Pendekatan di Masa Perang
Selama perang dunia II tentara yang lelah bertempur sering kali ditangani dengan narkosintesis yaitu suatu prosedur yang dapat dianggap sebaga katarsis dengan bantuan obat ala Breiuer. Tentara diinjeksi dengan sodium penthotal kedalam pembuluh darah. Dalam dosis yang cukup untuk menimbulkan rasa kantuk ekstrem. Terapis menyatakan dengan suara yang meyakinkan bahwa tentara tersebut tengah berada di medan perang, di garis depan.Jika diperlukan terapis menyebutkan situasi peperangan tertentu. Pasien biasanya mulai mengingat, seringkali dengan emosi intens, kejadian-kejadian menakutkan yang mungkin telah terlupakan. Sering kali trauma dihidupkan kembali dan bahkan diperagakan oleh pasien. Seiring pasien secara bertahap kembali sadar terapis tetap mendorong pembahasan mengenai berbagai kejadian mengerikan dengan harapan bahwa pasien akan menyadari bahwa semua kejadian tersebut adalah masa lalu dan bukan ancaman. Dengan cara ini diharapkan terjadinya sintesis atau kemunculan bersama kengerian masa lalu dengan kehidupan saat ini
.
Pendekatan Kognitif dan Behavioral
Prinsip dasar terapi prilaku berbasis pemaparan adalah cara terbaik untuk menghapus rasa takut ialah dengan menghadapkan pasien dengan sesuatu yang paling dihindarinya. Kadang kala dalam trauma terdapat imajinasi seperti dalam disensitasi sistematik. Diagnosis PTSD mencakup referensi mengenai hal yang memicu masalah dan biasanya diketahui hingga menghasilkan keputusan taktis yaitu bagaimana memaparkan pasien pada sesuatu yang menakutkan baginya.

1.         Berada dalam situasi aman yang mengingatkannya bahwa trauma tidak berbahaya,
2.         Mengingat trauma tidak sama dengan mengalaminya lagi,
3.         Kecemasan berkurang tanpa melakukan penghindaran,
4.         PTSD tidak menyebabkan hilangnya kendali.

Shaviro mengenalkan suatu pendekatan untuk menangani trauma yang disebut Eye Movement Desensitization and Reprocesing (EMDR). Pendekatan ini dilakukan dengan cepat dan hanya memerlukan ½ sesi hingga lebih efektif dari prosedur pemaparan standar. Dalam prosedur ini pasien membayangkan situasi yang berkaitan dengan masalahnya. Dengan bayangan tersebut pasien memandang jari terapis dan mengikutinya dengan pandangan yang mengikuti arah jari terapis. Proses ini berlangsung kurang lebih 1 menit atau sampai pasien mengatakan kengerian bayangan itu berkurang.

 Lalu, terapis meminta pasien menceritakan semua pikiran negatifnya, sekali lagi dengan mengarahkan dengan mengarahkan pandangannya pada jari terapis yang terus bergerak. Terakhir pasien diminta berfikir positif dan hal ini juga dilakukan sambil memandang jari terapis yang bergerak. Teknik ini memunculkan banyak kontrofersi karena spesifikasi terapi telah berubah sejak pertama kali dikembangkan, dan pendapat terpolarisasi dengan cara yang jarang terjadi dalam ilmu pengetahuan.

Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan ini menekankan cara trauma berinteraksi dengan kepribadian pasca trauma pasien. Terapi kompleks ini memerlukan verifikasi empiris. Beberapa studi terkendali yang dilakukan sejauh ini hanya memberikan sedikit dukungan empiris terhadap efektifitasnya.

Pendekatan Biologis
Pengobatan digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi yang dialami bersamaan dengan PTSD seperti depresi,perbaikan kondisi depresi dapat memperbaiki kondisi PTSD terlepas bagaimana penanganan terhadap PTSD itu. Dukungan social adalah hal penting, kadang kala dapat menemukan cara untuk memberikan dukungan pada orang lain, dapat membantu si pemberi dan penerima sekaligus. Menjadi kelompok religious, memiliki keluarga, teman teman, atau sesame individu yang mengalami trauma dapat mebantu menghilangkan beban traumatic yang dialami dengan efektif.

Cara kerja pemaparan ialah pada penghapusan respon ketakutan. Pemaparan dapat mengubah makna stimuli bagi orang terkait. Ednafoa menekankan aspek aspek korektif  pemaparan terhadap hal yang ditakuti yaitu pemaparan menyebabkan berkueangnya simtom simtom dengan memungkinkan pasien menyadari pemikiran yang berlawanan dengan mereka bahwa :
yang bersangkutan lebih mudah terkejut dan lebih cepat mengkspresikan emosi dibanding dengan kondisi normal.

5.    GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Pasien gangguan ini terpaksa berfikir/melakukan hal hal yang tidak mereka inginkan. Obsesif ialah gangguan terus menerus dari fikiran yang tidak diinginkan. Kompulsif ialah desakan yang tidak tertahan untuk melaksanakan tindakan tertentu. Jadi, gangguan obsesif komplusif adalah gangguan cemas dimana fikiran sesorang dipenuhi oleh gagasan gagasan yang menetap dan tidak terkontrol serta memaksa melakukan tindakan yang berulang sehingga stress dan mengganggu dalam kehidupan sehari hari.

Orang yang mempunyai kelianan ini mempunyai fikiran dan desakan dan begitu memahami benaknya sepanjang waktu dan ia tidak dapat mengendalikannya. Misalnya, anak muda dapat dikejar oleh fikiran karna memperlihatkan kemaluannya didepan umum. Kemungkinnan itu akan ditransformasikan kedalam tindakan sangat kecil. Namun orang yang mengalami gangguan ini dihantui oleh fikiran tersebut, tidak mengerti mengapa fikiran tetap ada dan hidup dalam ketakutan.
                         
Tindakan kompulsif berkisar dari macam macam prilaku tahayul ringan, seperti melangkah dengan bunyi tajam ditrotoaratau mengatur barang barang di meja dengan susunan yang tepat sebelum memulai suatu tugas. Pada umumnya manusia merasa damai dalam acara rutin keluarga atau itual tertentu saat merasakan stres. Tapi pada pasien obsesif kompulsif menjadi sangat cemas bila mereka mencoba menahan kompulsifnya dan lega begitu melakukan.

§  Etiologi Gangguan Obsesif-Kompulsif
Sudut Pandang Psikoanalisa 
Gangguan ini timbul dari daya instinktif seperti seks dan agresifitas, dan yang tidak berada dibawah control individu karena toilet training yang kasar. Individu menjadi terfiksasi pada masa anal.

Sudut Pandang Cognitif-Behaviour
Para ahli mengemukakan obsesif kompulsif adalah prilaku yang dipelajari dan diperkuat dengan kekurangannya rasa takut. Kompulsif memeriksa terjadi karena deficit ingatan. Ketidakmampuan untuk mengingat tindakan secara akurat ayau untuk membedakan antara prilaku yang benar benar dilakukan dan imajinasi yang membuat sesorang memeriksanya berkali kali. Pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan untuk mengabaikan strimulus.

Sudut Pandang Biologis
Gangguan ini melibatkan norotransmitter di otak khususnya serotonin. Dapat juga terlibat karna factor genetic dalam pembentukan gangguan.


§  Terapi Gangguan Obsesif-Kompulsif
Pendekatan psikoanalisa
Terapi ini dilakukan dengan mengurangi represi dan memungkinkan pasien menghadapi hal yang ditakutinya. Namun karena  pikiran yang mengganggu dan prilaku kompulsif bersifat melindungi ego dari konflik yang direpresi, maka hal ini menjadi sulit untuk dijadikan target terapi.

Eksposure and Response Prevention (Flooding)
Terapi ini diciptakan Victor Mayer dimana pasien menghadapkan dirinya pada situasi kompulsif (seperti memegang sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan ritual yang biasa dilakukan (mencuci tangan). Tindakan itu dapat membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan menjadi hilang.

Rational-Emotive Behaviour Therapy
Ini dilakukan dengan pemikiran untuk membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa sesuatu harus terjadi menurut apa yang mereka inginkan. Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani gangguan ini. Pada pendekatan ini pasien didorong untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka tidak menampilkan prilaku kompulsif.

Pendekatan Biologis
Banyak menggunakan obat obatan yang meningkatkan serotonin.

2.3  CARA MENGHILANGKAN KECEMASAN
Cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan ialah dengan jalan menghilangkan sebab-sebabnya. Tetapi tidak semua orang sanggup mengatasinya dengan cara tersebut, dan mencari jalan lain yang kurang sehat yaitu berupa usaha-usaha yang tidak disadari.

a)        Pembelaan yaitu, usaha yang dilakukan  untuk mencari alasan-alasan yang masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal, dinamakan pembelaan. Pembelaan ini tidak dimaksudkan agar  tindakan yg tidak masuk akal itu dijadikan masuk akal;akan tetapi membelanya,sehingga terlihat masuk akal .

Pembelaan ini tidak pula dimaksutkan untuk membujuk atau membohongi orang lain,akan tetapi membujuk dirinya sendiri,supaya tindakan  yg tidak bisa diterima itu masih tetap dalam batas batas yg di inginkan oleh dirinya.lain halnya dengan  dusta,dimana penyeleweng dari kenyataan terjadi secara nyata dan disadari, dan berusah membujuk orang.misalnya seorang pemuda yg berusaha mendapat seorang gadis tertentu,akan tetapi si gadis tidak memperhatikannya. Untuk membela diri dari rasa kecewa dan kecil hati, ia membujuk dirinya dengan mencari-cari kelemahan dan keburukan si gadis, bahkan mencela gadis tersebut.

b)        Proyeksi  adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran atau dorongan-dorongan yang tidak masuk akal. Misalnya seorang  yang menghadapi kegagalan dalam sekolah, kantor, usah dan sebagainya, tidak mengetahui kelemahan dan kesalahnya dan mencari pada orang lain, atau sesuatu diluar dirinya untuk dipersalahkan supaya dapat ia manghindari rasa gelisah dan rendah diri.

c)         Identifikasi adalah kebalokan dari proyeksi,dimana orang turut merasakan sebagian dari tindakan atau sukses yg di capai oleh orang lain. Apabila iya melihat orang berhasil dalam usahanya iya gembira seolah olah iya yg sukses.dan apabila iya melihat orang kecewa iya juga ikut merasa sedih.

Dengan identifikasi, orang kepuasan dengan apa yang dicapai oleh orang lain, walaupun ia sendiri tidak mampu mencapainya. Misalnya kita merasa bangga dan puas apabila pemain-pemain yang kitra sukai menang dalam pertandingan.

Identifikasi hampir sama dengan meniru, hanya pada meniru orang mengambil sifat-sifat orang lain menjadi contoh yang akan diikuti. Akan tetapi pada identifikasi tidak hanya tebatas kepada meniru, tetapi merasa seolah-olah ia sendiri yang ditiru, sehingga ia merasa gembira atas  sukses yang dicapai olrh oreang yang ditiru itu dan merasa sedih atas kesusahan yang menimpanya karnanya  identifikasi itu hanya terdapat orang yang dicintai.

Karna adanya identifikasi inilah maka orang dapat merasa tertarik dan senang melihat film,membaca buku dan sebagainya.Orang mengidentifikasi dirinya terhadap pahlawan-pahlawan yg terdapat dalam cerita itu, terutama yg dekat dengan jiwanya.identifikasi dan meniru sangat penting dalam perkembangan kepribadian anak.biasanya anak-anak belajar melakukan fungsinya dalam hidup dgn jalan meniru dan mengidentifikasi;anak laki-laki terhadap bapak nya dan anak perampuan terhadap ibunya.

d)        Hilang hubungan(disassosiasi). Seharusnya perbuatan ,pikiran dan perasaan orang berhubungan satu sama lain.Apabila orang merasa bahwa ada seseorang yang dengan sengaja menyinggung perasaannya, maka ia akan marah dan menghadapinya dengan balasan yang sama.dalam hal ini perasaan,pikiran dan tindakan nya adalah saling berhubungan dengan harmonis.akan tetapi ke harmonisan itu mungkin hilang akibat pengalaman pengalaman pahit yg dilalui waktu kecil.

Misalnya orang tua slalu mengajarkan kepada anaknya,bahwa tidak baik memukul atau menyakiti orang .tapi jika pada suatu ketika perbuatan orang tua itu menyebabkan anak akan marah,maka ia tidak akan memukul orang tuanya,karna memukul itu tidak baik tetapi dalam hatinya tetap dirasakan kemarahan itu,dan untuk melepaskan nya ia akan melakukan hal-hal yang menakutkan,atau berbicara tentang hal-hal yg mengerikan,dan sebagainya.disassosiasi itu dapat di bagi dalam dua macam,yaitu:tindakan terpaksa(compulsive)dan tindakan pengganti(exessive).

Dalam hal pertama orang merasa terdorong atau terpaksa melakukan sesuatu tindakan ,tanpa disadari tanpa jelas apa sebab dilakukan perbuatan itu.misalnya mengulang-ulang mencuci tangan,menghitung-hitung dan sebagainya.

Dalam hal kedua orang berpikir dan berbicara tentang sesuatu sebagai ganti dalam melakukannya nya guna menutupi ketidakmampuannya mengerjakan sesuatu itu,dan supaya tidak merasa rendah diri olehnya .misalnya seorang  yang tidak bisa merasa bergaul dalam satu organisasi,lalu dipelajarinya teori-teori organisasi itu sekedar untuk menutupi rasa tidak mempunyai  itu.
e)         Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal dan keinginan-keinginan yang  tidak di setuju oleh hati nuraninya.semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorong-dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya.proses ini terjadi secara tidak di sadari.
dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau faktor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan ini disadari. Misalnya seorang anak yang di benci kepada orangtuanya, akibat perilaku orang tua itu terhadapnya. Akan tetapi menurut didikan dan ajaran yang diterima sejak kecil, benci kepada orang tua nya itu tidak baik daqn dikutuk oleh Tuhan. Karenanya ia tidak mau merngakui perasaan benci dan durhaka itu,  karena berlawanan dengan hati nurani ,dan perasaaan itu di tekankan sampai lupa. Tapi dalam bentuk lain dalam perasaan yang ditahan itu akan menjelma, misalnya mimpi melihat tikus dan harimau berkelahi,yang dimenangkan tikus (dirinya)atau jalan-jalan sedang tidur dan sebagainya.

f)         Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-cara yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam substitusi orang melakukan sesuatu,  karna tujuan-tujuan yang baik, yang berbeda sama sekali dari tujuan asli yang mudah dapat diterima, dan berusaha mencapai sukses dalam hal itu. Substitusi itu ada dua macam yaitu:
·        Sublimasi pengungkapan dari dorongan yang tidak dapat di terima dalam masyarakat dengan cara yang dapat diterima. Misalnya orang yang tidak dapat memenuhi dorongan seksualnya dengan cara yang wajar, mencari cara pengganti (sublimasi) yang memuaskan juga, misalnya mengarang serjak dan cerita, membuat lukisan-lukisan dan sebagainya.
Tujuannya ialah untuk mengurangi kegelisahan yang terasa akibat tidak terpenuhinya dorongan itu, dan untuk melupakan atau mengalihkan perhatian dari yang tidak di terima kepada yang dapat diterima.

·        Kompensasi usaha untuk mencapai sukses dalam suatu lapangan, setelah gagal dalam lapangan lain. Misalnya seorang anak yang  tidak bisa berolahraga, akan bersungguh-sungguh sekali dalam pelajaran, sehingga ia menjadi murid yang terpandai dalam kelasnya,  dan menjadi pusat perhatian guru dan kawan-kawannya. Demikian pula sebaliknya, kadang kadang orang berlebih-lebihan dalam kompensasi ini, karna ingin mengimbangi kekurangan-kekurangan yang dirasakan dalam salah satu lapangan hidup yang penting.

2.4  SUMBER-SUMBER KECEMASAN
Siswa terkadang mengembangkan perasaan kecemasan tentang stimuli tertentu melalui proses kondisioning klasik. Mereka juga lebih mungkin mengalami kecemasan, khususnya kecemasan yang merugikan, ketika menghadapi suatu ancaman suatu situasi dimana mereka percaya bahwa mereka memiliki sedikit atau bahkan tidak sama sekali memiliki untuk sukses. Kecemasan yang membantu lebih umum ketika siswa menghadapi suatu tantangan, suatu situasi dimana mereka percaya mereka mungkin mencapai kesuksesan dengan sejumlah usaha yang signifikan namun masuk akal(Rombes, Richard, & Richards, 1967;Csikzeentmihalyi & Nakamura, 1989;Deccy & Ryan, 1992).
·      Situasi dimana keselamatan fisik terancam-misalnya, jika kekerasan lazim terjadi di sekolah atau di sekitar lingkungan mereka.
·      Situasi di mana kepantasan diri self worth terancam misalnya ketika seseorang mengucapkan kata-kata yang merendahkan ras atau jender mereka.
·      Kepedulian tentang penampilan fisik, misalnya merasa selalu gemuk atau kurus, atau mencapai masa pubertas lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan teman-temannya.
·      Situasi baru, misalnya pindah kesekolah baru.
·      Penilaian atau evaluasi dari orang lain, misalnya menerima nilai rendah dari seorang guru atau di kucilkan oleh teman-teman.
·      Frustrasi dengan mata pelajaran, misalnya, pernah merasa kesulitan dengan kosep matematika tertentu.
·      Tuntutan kelas yang berlebihan, misalnya, diharapkan mempelajari banyak materi dalam waktu singkat.
·      Ujian kelas, misalnya, menjalani ujian penting, khususnya ujian yang memengaruhi kesempatan naik kelas atau kelulusan.
·      Kekhawatiran tentang masa depan. Misalnya, bagaimana mencari penghidupan setelah lulus SMA.

2.5  GANGGUAN ANXIETY
Gangguan anxiety adalah suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, irrasional,dan tidak dapat secara intensif ditampilkandalam cara-cara yang jelas.
Untuk menerangkan hal ini, ada baiknya dikemukakan terlrbih dahulu mengenai gaya neurotik. Ada 2 hal penting dari gaya neurotik ini yaitu inti neurotik berupa persepsi baha ya lingkungan penuh ancaman dan pertentangan neurotik berupa perasaan mengenai dirinya yang berada dalam keadaan darurat sehingga melakukan tindakan dan membangun sikap yang bertentangan dengan proses penyembuhan yang sesungguhnya.

Jenis-jenis hambatan(inhibition)dalam neurotik style:
·      Agresi atau Asersi : Seorang dengan neurotik style memperlihatkan diri sebagai seseorang yang selalu gelisah(uncountable) dalam situasi apapun. Adapun orang-orang yang ketika menghadapi suatu situasi, akan bertindak rigid sehingga kalau pun terjadi tindakan yang sesuai hal itu akan dirasakan terpaksa.
·      Tanggung jawab dan Kemandirian : Ada individu yang mengembangkan pola prilaku yang didasari sikap apersif yang didorong oleh kecemasan anxiety dalam rangka berlatih membangun indepedensi atau untuk memiliki otonimi/otoritas untuk menguasai dan mengatur orang lain. Situasi itu akan menimbulkan stres dan anxiety yang secara kejiwaan menyakitkan. Situasi atau kejadian yang mengundang arsensi adalah keberanian independen atau mempunyai otoritas.
·      Submision yaitu sikap dan prilaku yang cenderung mengalami rasa takut atau cemas dan menghadapinya dengan tindakan mengikuti kulturnya. Perilaku menurut submision dan dependen merupakan perilaku yang sesuai untuk banyak lingkungan kehidupan.
·      Kedekatan(Intimasy) dan kepercayaan(trust)orang-orang yang merasa dirinya mengalami anxiety yang kuat, berusaha untuk mendekat pada pihak yang lebih kuat.

2.6  PROSES TERJADINYA KECEMASAN
Secara tidak di sadari kita telah mengetahui terjadinya kecemasan yang kita alami adalah suatu keadaan yang selalu berkaitan dengan pikiran.
Burns(1998)mengemukakan, emosi ataupun rasa cemas yang kita rasakan di sebabkan adanya dialog internal dan pikiran individu yang mengalami kecemasan ataupun perasaan cemas. Ahli lain, Blackburn dan Davidson (1994) mengemukakan proses terjadinya kecemasan melalui model kognitif kecemasan.

Secara teori terjadinya kecemasan diawali oleh pertemuan individu dengan stimulus yang berupa situasi yang berpengaruh dalam bentuk kecemasan (situasi mengancam), yang secara langsung atau tidak langsung hasil pengamatan ataua pengalaman tersebut diolah melalui proses kognitif dengan menggunakan skemater (pengetahuan yang telah dimiliki individu terhadap situasi tersebut yang sebenarnya mengancam atau tidak mengancam dan pengetahuan tentang kemampuan dirinya untuk mengendalikan dirinya dan situasi tersebut).

Setiap pengetahuan tersebut dapat terbentuk dari keyakinan pendapat orang lain, maupun pendapat individu sendiri serta dunia luar. Pengetahuan (skemata) tersebut, tentunya akan mempengaruhi individu untuk dapat membuat penilitian hasil kognitif sehingga respon yang akan ditimbulkan tergantung seberapa baik penilaian individu untuk mengenai situasi tersebut, dan tergantung seberapa baik individu tersebut dapat mengendalikan dirinya.

Praktisnya, terjadinya kecemasan melalui proses yang telah disebutkan adalah tentang bagaimana kita dapat mengevaluasi tindakan apa saja yang harus kita lakukan apabila merasakan kecemasan. Selain kita harus memahami tentang keadaan apa saja yang menyebabkan kita merasakan cemas, tentunya setelah itu kita harus dapat mengendalikan diri untuk dapat mengelola emosi dan mengeola permasalahan yang menyebabkan kecemasan tersebut.

2.7  ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN
Dapat disumpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kecemasan dapat berupa pengetahuan yang telah dimiliki objek tentang situasi yang sedang dirasakan, apakah sebenarnya mengancam atau tidak mengancam, serta kemampuan tentang dirinya untuk mengendalikan dirinya (termasuk keadaan emosi maupun fokus ke permasalahnnya).
Bandura (Blackburn dan Davidson, 1994) menjelaskan hal-hal yang berpengaruh dalam meredakan kecemasan antara lain sebagai berikut :

a.    Self efficacy adalah sebagai suatu perkiraan individu terhadap kemampuannya sendiri dalam mengatasi situasi.
b.    Outcome expectancy memiliki pengertian sebagai perkiraan individu terhadap kemungkinan terjadinya akibat-akibat tertentu yang mungkin berpengaruh dalam menekan kecemasan.

Menurut ramaiah (2003) ada beberapa cara untuk mengatasi kecemasan,yaitu sebagai berikut :

a.    Pengendalian diri, yakni segala usaha untuk mengendalikan berbagai keinginan pribadi yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisinya.
b.    Dukungan, yakni dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat memberikan kesembuhan terhadap kecemasan.
c.    Tindakan fisik, yakni melakukan kegiatan-kegiatan fisik,seperti olah raga akan sangat baik untuk menghilagkan kecemasan.
d.   Tidur, yakni tidur yang cukup dengan tidur enam sampai delapan jam pada malam hari dapat mengembalikan kesegaran dan kebugaran tubuh.
e.    Mendengarkan musik, yakni mendengarkan musik lembut akan dapat membantu penenangan pikiran dan perasaan.
f.     Konsumsi makanan, yakni keseimbangan dalam mengonsumsi makanan yang mengandung gizi dan vitamin sangat baik untuk mendapat kesehatan.



BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Orang-orang yang mengalami gangguan anxiety merasakan kekhawatiran yang berlebih yang sebenarnya tidak perlu.Anxiety ini termasuk gangguan jenis DSM-IV-TR yang didalamnya terdapat bermacam-macam gangguan kecemasan diantaranya adalah gangguan fobia, gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan stres pada pascatrauma.
Fobia adalah ketakutan luar biasa yang tidak masuk akal yang mengganggu kehidupan seseorang yang sebenarnya normal. Fobia digolongkan menjadi 2 macam yaitu fobia sosial dan fobia spesifik. Fobia sosial adalah ketakutan terhadap situasi sosial dimana seseorang mungkin diamati oleh orang lain, sedangkan fobia spesifik adalah ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik.

Serangan panic adalah kecemasan atau ketakutan yang intens dalam waktu yang relatif singkat (biasanya kurang dari satu jam), dan disertai dengan simtom somatic seperti berkeringat dingin. Sedangkan gangguan kecemasan menyeluruh adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat persuasive disertai dengan berbagai simtom somatic yang menyebabkan gangguan yang signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan.

Gangguan stres pascatrauma dimasukan sebagai diagnosis dalam DSM III yang mencakup respon ekstrem terhadap stressor berat termasuk meningkatnya kecemasan , penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan trauma dan tumpulnya respon emosional. Seperti halnya gangguan lain dalam DSM, PTSD ditentukan oleh sekelompok  simtom namun tidak seperti defenisi gangguan psikologis lainnya, defenisi PTSD mencangkup bagian dari asumsi etiologi yaitu, suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, atau cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang.

Orang yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif terpaksa berfikir tentang hal-hal yang tidak ingin mereka pikirkan atau melakukan hal-hal yang tidak mereka inginkan. Obsesif merupakan gangguan terus menerus dari pikiran atau bayangan yang tidak diinginkan. Kompulsif merupakan desakan yang tidak tertahan untuk melaksanakan tindakan atau ritual tertentu.

Sejumlah kecil kecemasan sering meningkatkan performa, yaitu:
1.    Kecemasan yang membantu(facilitating anxiety). Sedikit mengalami kecemasan akan mendorong siswa untuk bertindak, misalnya itu dapat membuat mereka masuk kelas, membaca buku, mengerjakan tugas, belajar untuk ujian. Itu juga membuat siswa mengerjakan tugas kelas mereka dengan seksama dan merenung sejenak sebelum memberikan respons.

2.    Kecemasan yang meugikan(debilitating anxiety). Kecemasan yang berlebihan membuat konsentrasi dan perhatian siswa terhadap tugas yang akan diberikan menjadi terganggu.

3.2    Saran
Sebaiknya kita mempelajari lebih dalam akan kecemasan. Terkadang kita sering sekali menghadapi kecemasan, tetapi kita tidak mengetahui cara mengatasinya. Untuk itu, kita wajib mengetahui akan seluruh aspek yang berhubungan dengan kecemasan.