KECEMASAN
(Makalah Kesehatan Mental)
Oleh
Kelompok 6:
1.
Muslimin
2.
Nyi
Ayu Revi Soraya
3.
Qomarul
Hasanah
4.
Rinda
Maulina
5.
Siti
Nurhalimah
6.
Yessy
Ari Estiani Sutopo
7.
Yuli
Setiowati
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mungkin
sebaiknya kita merubah cara pandang kita terhadap gangguan-gangguan kecemasan.
Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas. Rasa cemas ini biasanya terjadi pada
saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu
hal. Misalkan, orang merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau
ketika ujian berlangsung, dan masih banyak lagi. Kecemasan yang dimiliki
seorang seperti diatas adalah normal. Bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh
manusia. Akan tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal ketika kecemasan yang
ada dalam diri individu menjadi berlebih atau melebihi kapasitas pada umumnya.
Individu
yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan anxiety
disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya
tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita anxiety disorder apabila
kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri
tersebut. Salh satunya terganggunya fungsi sosial dalam diri individu.
Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk
menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya.
Kenyataannya,
pemahaman ini justru sebaliknya. Hal itu sering kali menimbulkan masalah ketika
kita beranjak dewasa dan tiba saatnya memilih bidang pendidikan dan karier.
Pemahaman itu sedikit banyak menciptakan ilusi akan beragam pilihan bidang
pendidikan dan karier yang menjanjikan
masa depan.
1.2 Perumusan
dan Pembatasan Masalah
1.2.1
Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil diskusi, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari kecemasan?
2. Sebut dan jelaskan jenis gangguan
kecemasan?
3. Bagaimana cara menghilangkan kecemasan?
4. Sebutkan sumber-sumber kecemasan!
5. Apa yang dimaksud dengan gangguan kecemasan?
6. Bagaimana proses terjadinya kecemasan?
7. Apa sajakah aspek-aspek kecemasan?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis membatasi masalah
yang akan dibahas, sehingga pembaca dapat mengetahui secara garis besar isi
dari makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Pengertian
kecemasan
2.
Jenis
gangguan kecemasan
3.
Cara
menghilangkan kecemasan
4.
Sumber-sumber
kecemasan
5.
Gangguan
kecemasan
6.
Proses
terjadinya kecemasan
7. Aspek-aspek kecemasan
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh nilai
semester pertama,
2. Untuk melatih pembuatan makalah berikutnya,
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang kecemasan
2. Untuk melatih pembuatan makalah berikutnya,
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang kecemasan
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini, adalah sebagai berikut:
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini, adalah sebagai berikut:
Metode
Kepustakaan melalui buku panduan Yaitu metode penelitian dengan mengumpulkan
data yang berasal dari beberapa buku yang dianggap sumber itu relevan.
1.5 Sistematika
Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN,
meliputi:
1.1 Latar
Belakang Masalah
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
1.2.2 Pembatasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
1.2.2 Pembatasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN,
yang mencakup:
2.1Pengertian kecemasan
2.2 Jenis gangguan kecemasan
2.3 Cara menghilangkan kecemasan
2.4 Sumber-sumber kecemasan
2.5 Gangguan kecemasan
2.6 Proses terjadinya kecemasan
2.7 Aspek-aspek kecemasan
BAB
III PENUTUP, yang
mencakup:
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KECEMASAN
Menurut
Kaplan dan Sadock (1997) gangguan kecemasan adalah suatu gangguan yang paling
dipengaruhi oleh criteria diagnostic didalam DSM-III, edisi ketiga yang
direvisi DSM-III-R, dan edisi keempat DSM – IV .
Hamper
satu abad yang lalu,Sigmund Freud memperkenalkan istilah “ neorosis kecemasan”
dan mengidentifikasikan dua bentuk kecemasan
1.
Kecemasan yang
dihasilkan oleh libido yang tebendung
2.
Bentuk kecemasan yang
ditandai oleh rasa khawatir dan kehawatiran yang berasal dari pikiran atau
harapan yang terepresi:
·
Neorosis psikoanalitik
dan gangguan dalam DSM-IV
·
Neoroisis ikasik
·
Kecemasan
·
Fobia
·
Opsesif kompulsif
·
Depresif
·
Histerik (konfersi)
·
Hosterik (disosiatik)
·
Hipokondriakal
Freud
menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi terhadap ancaman dari rasa sakit
maupun dunia luar yang tidak siap di tanggulangi dan berfungsi memperingatkan
individu akan adanya bahaya. Kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi disebut
sebagai traumatik. Saat ego tidak mampu mengatasi kecemasan secara rasional,
maka ego akan memunculkan mekanisme bertahanan ego (ego defenese mechanism).
Ahli lain, Priest (1994) berpendapat bahwa kecemasan
atau perasaan cemas adalah suatu keadan yg dialami ketika berfikir tentang
suatu yang tidak menyenangkan terjadi. Calhoun dan Acocela (1995) menambahkan,
kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistik maupun tidak realistik)
yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan.
Atkinson menjelaskan bahwa kecemasan merupakan emosi
yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kehuatiran dan
perasan takut. segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme
dapat menimbulkan kecemasan, konflik merupakan salah satu sumber munculnya rasa
cemas adanya ancaman fisik, ancaman terhadap diri, serta perasaan tertekan untuk
melakukan di luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan.
Menurut David dan Palladino (1997), kecemasan
memiliki pengertian sebagai perasaan umum yang memiliki karakteristik prilaku
dan kognitif atau simptom psikologikal. 19% laki-laki dan 31% perempuan pernah
merasakan kecemasan.
·
Manifestasi prifer
dari kecemasan
Diare,pusing,melayang,hiperhidrosis,hipertensi,palpitasi,gelisah,sinkop,takikardia,rasa
gatal di anggota gerak,tremor,gangguan lambung,frekuensi urin,urgensi,dsb.
Gangguan kecemasan dapat di klasifikasikan menjadi:
1.
Kecemasan normal
(kecemasan ini sering dialami oleh setiap orang yang dengan rasa takut yang
difus,tidak menyenangkan,samar-samar).
2.
Kecemsan patologis
Berdsarkan teori
psikologis dibagi menjadi 3 yaitu :
-
Teori psikoanalitik
-
Teori prilaku
-
Teori eksistensia
Berdasarkan teori biologis
-
System saraf otonom
-
Neorotransmiter
-
Penelitian pencitraan
otak
-
Penelitian genetika
-
Pertimbangan neoro
anatomis
2.2 JENIS-JENIS GANGGUAN KECEMASAN
A. FOBIA
Fobia
adalah ketakutaan luar biasa yang tidak masukn akal yang menggangu kehiduoan
seseorang yang sebenarnya normal. Sedangkan fobia social adalah ketakutan
terhadap situasi social dimana seseorang mungkin diamatin oleh orang lain.
Fobia spesifik adalah ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau
antisipasi terhadap obyek
(Davison&Neale,2001).
Tujuh
rasa takut yang paling umun dilaporkan oleh orang dewasa ular,tempat yang
tinggi,angin kencang,dokter,sakit,luka,dan kematian (Agras,1975).contoh
gangguan fobia adalah seorang wanita yang takut akan tempat tertutup, sehingga
ia tidak berani naik lift.
Fobia
yang paling umum adalah fobia yang cukup luas yang disebut fobia agora (agora
berasal dari kata yunani, yang berarti kumpulan atau tempat dipasar). Orang
yang mengalami gangguan ini takut berada sendiri dalam suatu suasan yang tidak
dikenalnya.
Para
orang tua yang takut cenderung menghasilkan anak-anak yang penakut pula.
Menurut DSM-IV fobia dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu fobia spesifik
(dalam DSM II disebut “simple phobia”) dan fobia social.
·
Fobia Spesifik
Fobia
ini lebih umum terjadi pada perempuan (Kaplap, Sadock, & Grebb, 1994; Kessler dsalam Davison
& neale, 2001).
Jenis
fobia menurut DSM IV dapaat digolongkan dalam 5 hal yaitu :
a.
Tipe fobia terhadap
binatang
b.
Tipe lingkungan alam
c.
Tipe fobia terhadap
suntikan,darah,luka
d.
Tipe situasional
e.
Tipe lainnya
·
Fobia Sosial
Merupakan
ketakutan yang tidak rasional dan menetap biasanya berhubungan dengan kehadiran
orang lain, individu menghindari situasi
dimana ia mungkin dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau
dipermalukan, dan menunjukan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan prilaku
yang memalukan (Kaplon, Sadock, & Grebb,1994, Davison&Neale,2001).
§ Etiologi Gangguan
Fobia
Sudut Pandang
Psikoanalisa
Teori psikoanalisa menekankan pada ketidaksadaran
sehingga menjelaskan tentang fobia pun berawal dari konsep ini. Fred sebagaimana dikutip oleh Kaplan,
Sadock, dan Grebb(1994), mengemukakan hipotesis bahwa fungsi utama diri
kecemasan adalah memberi
tanda kepada ego bahwa dorongan terlarang berasal dari ketidaksadaran akan
muncul kesadaran.
Reaksi fobia adalah defens untuk melawan kecemasan
yang ditimbulkan oleh impul-impuls id yang dierepres (Davidson&neale,2001). Sebagai upaya untuk
menghindar dari konflik yang direpres tersebut, kecemasan dialihkan
dari impuls tersebut dan di pindahkan pada objek dan situasi yang memilki
hubungan simbolik dengannya (yaitu
stimulus yang ditakuti).
Sudut Pandang Tingkah laku (Behavioural)
Menurut pandangan teori behavioural, reaksi fobia adalah
reaksi yang dipellajari dan dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip
belajar,antara lain:
Avoidance-conditining. jOhn B.Watson &
Rayner( dalam Davidson &Neale 2001), mengemukakan
hipotesis bahwa fobia dapat dipeljari melalui kondisioning menghindar, yang prosesnya adalah
sebagai berikut:
Menurut teori kondisioning klasik, seseorang dapat belajar untuk takut pada
stumulus netral(CS) yang dipasangkn dengan sesuatu yang secara intrinsik menakutkan
atau menyakitkan(UCS). Orang
tersebut belajar mengurangi
ketakutannya terhadap stimulus terkondisi(CS) dengan menghindarinya.
Selanjutnya berdasarkan prinsip operant conditioning,respon semcam ini
dipertahankan adanya kosekuensi berupa berkurangnya rasa takut. Modeling. ketakutan dapat
dipelajari dengan cara mengobservasi dan menirukan reaksi orang lain (vicarious leranning) tidak hanya melalui
pengalaman tidak menyenangkan dengan hal yang ditakuti. Bahkan fobia juga dapat
dipelajari melalui interuksi
ferbal atau deskripsi dari orang lain.
Sudut Pandang
kognitif
Teori kognitif menfokuskan pada bagaimana proses
berfikir seseorang dapat menjadi penyebab serta bagaimana fikiran-fikiran
tersebut dapat mempertahankan reaksi fobia. Menurut
pandangan ini, kecemasan
berhubungan dengan kecenderungan untuk lebih memperhatikan stimulus negatif, menginterprestasikan
informasi yang ambigu sebagai ancaman dan percaya bahwa peristiwa –peristiwa
tidak menyenangkan akan terjadi lagi dimasa mendatang (Matthew & Mcleod dalam Davidson
& Neale,2001).
Sudut Pandang
Biologis
Menurut asumsi Lacey
(dalam Davidson & Leane, 2001), kelabilan individu, dimana system otonomnya
lebih mudah dibangkitkan oleh berbagai macam stimulus, menjadi factor yang
penting. Dalam terbentuknya
prilaku fobia, karena
labilitas otonom antara lain ditentukan secara genetic, maka GABBAY (dalam Davidson dan
Neale,2001) mengemukakan
dugaannya bahwa, factor
keturunan juga memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan fobia. Hasil penelitian Fyer, et. Al. (1995) dan Stein, et. Al (1998) sebagaimana dimuat
dalam Davidson & Neale, 2001
menunjukkan orang-orang yang mengalami fobia memiliki prefarensi rata-rata yang
lebih tinggi apabil mereka memilki keluarga dengan fobia. Meskipun demikian, genetic bukanlah
penyebab utama fobia, dan
sejauh ini belum ada bukti yang jelas tentang
sejauh mana keterlibatan factor genetic terhadap terbentuknya fobia.
§ Terapi Untuk
Gangguan Fobia
Pendekatan
psikoanalisis
Tujuan psikoanalisa adalah untuk mengungkapkan
konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrim dan
reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini. Beberapa kombinasi
teknik dapat digunakan, misalnya
asosiasi bebas dan mimpi. Namun
beberapa analisis ego kontepore
melakukan penangan terhadap
fobia dengan meminta orang tersebut menghadapi atau konfrontir fobianya.hal ini
penting untuk mengobati sintom, meskipun
tidak dapat mengobati konflik yang diasumsikan penyebab fobia (Dafinson & Daniale, 2010).
Pendekatan
Behavioral
Pendekatan ini menggunakan desentisasi sistematis
sebagai metode utama. Individu
yang mengalami fobia yang makin lama makin menakutkannya, sementara mereka dalam
keadaan tenang (ada
proses relaksasi). Namun
metode relaksasi tidak dapat diterapkan pada individu yang mengalami fobia
darah dan suntikan, karena
meningkatkan kecenderungan pingsan, serta meningkatkan ketakutan. Untuk membantu individu
yang mengalami fobia social dapat dilakukan dengan mengajarkan keterampilan
social melalui bermain peran dan pengulangan
interaksi social didalam runangan terapi.
Teknik lain yang dapat digunakan untuk menangani
fobia spesifik adalah modeling, floding, dan successif, eapproximation. Melalui modeling
individu menyaksikan oranglain berinteraksi dengan sesuatu yang menjadi objek
fobia tanpa rasa takut. Pada
teknik floding klien diharapkan secara
langsung pada sumber fobianya dengan intensitas penuh. Namun cara ini sebaiknya
digunakan sebagai alternative terakhir, karena dapat menimbulkan
ketidak nyamanan yang besar. Sedangkan
dalam succesif, eapproximation, sumber fobia yang
sebenarnya ditampilkan sedikit demi sedikit, dan individu mendapat
imbalan setiap kali berhasil
setiap mendekati objek. Teknik
ini merupakan bentuk dari metode shaping(Dafinson&Daniale, 2010).
Pendekatan
Kognitif
Pandangan kognitif cukup skeptic. Sebab menurut para
ahlinya individu telah menyadari bahwa ketakutan pada fobia merupkan suatu hal
yang berlebihan, dan mereka pun dianggap telah mengetahui bahwa objek fobia
sesungguhnya merupakan sesuatu yang tidak berbahaya.
Sedangkan untuk
menangani social individu dipersuasi untuk mempersepsi reaksi orang lain secara
lebih akurat dan mulai mengurangi ketergantungan terhadap persetujuan dari
orang lain, agar dapat timbul perasaan beharga dalam dirinya. Metode yang
diperkenalkan oleh Beck dan Ellis ( Dafinson
& Daniele, 2010) ini dapat pula dikombinasikan dengan keterampilan sosial.
Pendekatan
Biologis
Penanganan secara biologis untuk fobia adalah
memberikan obat-obatan sedative trankuilizer, atau anxiolytics yang dapat
mengurangi kecemasan. Untuk saat ini obat yang banyak digunakan adalah
obat-obatan anti depresi.
2.
GANGGUAN PANIK
Kaplan,
Sadock, & Grebb (1994) mengemukakan bahwa gangguan panic memiliki
karakteristiknya terjadinya serangan panic yang spontan dan tidak terduga.
Sedangkan pengertian serangan panic adalah kecemasan atau ketakutan yang sangat
intens dalam waktu yang relative singkat ( biasanya kurang dari 1 jam), dan
disertai dengan simtom somatic seperti berkeringat dingin. Terjadinya serangan
panic dapat bervariasi misalnya beberapa kali dalam satu hari atau beberapa
hari sekali, jika terdapat hubungan yang erat antara pemicu situsional dengan
serangan panic, maka keadaaan ini disebut cued panic attack. Serangan panic
yang tidak terjadi dalam keadaan yang tidak berbahaya seperti saat tidur atau
sedang melakukan relaksasi disebut uncued panic attack ( Navison & Neale,
2001 ) Davison dan Neale (2001) menjelaskan
beberapa simtom yang dapat muncul pada gangguan panic antara lain sulit
bernafas, jantung berdebar keras, mual, rasa sakit didada, pening, berkeringat
dingin, gemetar, khawatiran yang intens, teror dan sebagainya.
Bahkan mungkin juga
muncul depersonalisasi (perasaan subjektif bahwa dirinya tidak nyata,aneh atau
tidak dikenal,
misalnya tangan menjadi lebih panjang wajah menjadi aneh bentuknya sehingga
tidak dikenali dll) dan derealisasi (perasaan
subyektif bahwa lingkungan
menjadi aneh dan tidak nyata,
perasaan adanya perubahan
realitas, misalnya melihat lingkungan rumah bewarna kehitaman seperti habis
terbakar ) ( Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994). Hal lain yang penting dalam
diagnose gangguan panic adalah bahwa individu merasa setiap serangan panic
merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan (Barlow & Durarand,
1995).
Gangguan panic seringkali disertai dengan
“Angraphobia”, sebuah istilah yang berasal dari
bahasa yunani “ agora” yang bearti tempat berbelanja. Pengertian
angraphobia sendiri adalah ketakutan untuk berada ditengah-tenganh tempat umum
dan tidak dapat keluar atau menemukan bantuan pada saat ia mendapat serangan
panic ( Davison & Neale, 2001 ). Angrophobia biasanya terjadi disertai
dengan gangguan panic, namun ada juga angrophobia yang terjadi tanpa ada
riwayat gangguan panic.
§ Etiologi Gangguan Panic
Teori biologis
Salah satu teori biologis menyatakn bahwa pada
beberapa kasus, sensasi
fisik yang disebabkan penyakit membuat bebrapa orang mengalami gangguan panic (Asmundson, Larsen dan Strein,1998;Hamada, et. al 1998), gangguan panic ini
menurun dalam keluarga sedangkan teori lainnya menyatakn bahwa gangguan panic
disebabkan aktivitas yang berlebihan dari system nonadregenic. Penelitin
biologi lain menfokuskan pada manipulasi eksprimental yang dapat menimbulkan
serangan panic. Salah
satu pendekatan berpendapat bahwa serangan panic berhubungan dengan hiperventilansi atau
pernapasan yang berlebihan (Ley, 1987).
Teori Psikologis
Prinsip utama dari teori psikologis untuk
menjelaskan agoraphobia dalam hipotesis takut pada rasa takut yang
mengasumsikan bahwa agoraphobia
bukanlah ketakutan untuk berada ditempat umum,namun ketakutan akan mendapat
serangan panic ditempat umum. Sedangkan
dasar terjadinya serangan panic diperkirakan adalah system saraf otonom yang
terlalu aktif (barlow, 1988) yang disertai
kecenderungan psikologis untuk menjadi sangat terganggu dengan sensasi yang
terlalu aktif tersebut. Sehingga
pada individu yang pernah mengalami gangguan panic timbul siklus sebagai
berikut: adanya
ketakutan akn mengalami kembali serangan panic yang meningkatkan aktivitas
syaraf otonom, akan
di interprestasi
sebagai sesuatu yang benar dan membahayakan, selanjutnya justru
memunculkan serangan panic (Craske &Barlow, 1993).
§ Terapi Untuk
Gangguan Panik dan Agrophobia
Penanganan
Biologis
Beberapa
obat dapat diberikan pada penderita gangguan panic seperti anti depresan dan
anxiolytics. Pada
sisi positifnya, obat
ini dapat membantu manghilangkan sintom yang muncul pada penderita. Namun sisi negatifnya
adalah bahwa obat harus diberikan terus menerus, mengingat sintom akan
muncul kembali setelah berhenti (Flyer, Sandberg &Klein dalam Davison &Neale, 2001). Selain itu penderita
juga mungkin mengalami beberapa gejala yang merupakan efek samping dari obat tersebut.
Penanganan Psikologis
Menangani agoraphobia melalui pemaparan tidak selalu
mengurangi serangan panic (Michelson, Mavissakalian, & Marchione,1985). Dengan demikian penanganan psikologis terhadap
gangguan panic telah berubah arah dalam beberapa tahun terakhir, menfokuskan
pada penemuan bahwa pasien mengalami kekhawatiran yang berlebihan ketika
merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan bereaksi secara
berlebihan . Oleh
karena itu Barlow dan teman-temannya mengembangkan terapi pengenadalian
kepanikan yang memiliki 3 komponen utama yaitu:
( a) pelatihan relaksasi
(b) kombinasi intervensi kognitif-behavioral dari Beck & Ellis
(c) pengenalan dalam tanda-tanda internal yang
memicu panic.
3.
GANGGUAN
KECEMASAN MENYELURUH ( GENERALIZED ANXIETY DISORDER
Gangguan kecemasan menyeluruh adalah kekhwatiran
yang berlebihan
yang bersifat perfasive
disertai dengan berbagai simtom somatic yang menyebabakan gangguan yang
signifikan dalam kehidupan social atau pekerjaan. Indivudu yang menderita gangguan
kecemasan menyeluruh (GAD) terus menerus merasa cemas dan sering kali tentang
hal-hal kecil, pasien yang menderita GAD memiliki kekhawatiran kronis, mereka
menghabiskan banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal dan menganggap
khawatiran mereka sebagai sesuatu yang tidak dapat dikontrol ( Ruscio,
Borkovek & Ruscio 2001 ) khawatiran
yang paling sering dirasakan oleh para pasien GAD adalah kesehatan mereka dan
masalah muncul sehari-hari, misalnya terlambat menghadiri pertemuan atau
terlalu banyak yang harus diselesaikan.
Ciri dari GAD adalah mencakup kesulitan
berkonsentrasi, sangat mudah lelah, tidak sabaran, mudah tersinggung, dan
tegangan otot yang sangat, meskipun pasien menderita gangguan ini tidak
mengupayakan penanagan psikologis, prevelensi sepanjang hidup gangguan ini
cukup tinggi.
§ Etiologi
Gangguan Anxietas Menyeluruh
Pandangan
Psikoanalisis
Teori psikoanalisis berpendapat bahwa sumber
kecemasan menyeluruh adalah konflik yang tidak disadari antara ego dan
impuls-impuls tersebut, yang biasanya bersifat seksual dan agresif, berusaha untuk
mengekpresikan diri namun ego tidak
membiarkannya karena tanpa disadari ia merasa takut terhadap hukuman yang
diterima, karena
sumber kecemasan tidak disadari maka individu juga tidak mengetahui penyebab
kecemasnnya. Sumber kecemasan yang sebenarnya yaitu berupa hasrat-hasrat yang
berhubungan dengan impuls-impuls id yang ditekan dan berjuang untuk
mengekpresikan diri selalu hadir sehungga bisa dikatakan bahwa tidak ada cara
untuk menghindari kecemasan, jika seorang meninggalkan id, maka ia tidak hidup
lagi.
Pandangan
Kognitif-Behavioral
Teori ini berpendapat bahwa GAD
disebabkan oleh proses-proses berpikir yang menyimpang. Orang yang menderita
gangguan ini seringkali salah mempersepsi kejadian-kejadian biasa misalnya,
menyeberang jalan sebagai suatu hal yang mengancam, dan kognisi mereka terpaku
pada antisipasi berbagai bencana pada masa mendatang (Beck dkk,1987; Ingram
& Kendall, 1989). Perhatian pasien GAD mudah terarah pada stimuli yang
mengancam (Mogg, Miller, & Bradley, 2000; Thayer dkk, 2000), terlebih lagi
pasien GAD lebih terpicu untuk menginterpretasi stimuli yang tidak jelas
sebagai sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai kejadian yang
mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka(Butler&Mathews, 1983).
Sensitivitas pasien GAD yang sangat tinggi terhadap
stimuli yang mengancam juga muncul walaupun stimuli tersebut tidak dapat
diterima secara sadar (Bradley
dkk, 1995). Kunci untuk memahami posisi ini adalah menyadari bahwa kekhawatiran
tidak menciptakan banyak ketegangan emosionalmisalnya gangguan ini tidak
menciptakan perubahan fisiologis yang biasanya menyertai emosi dan pada
kenyataannya menghambat proses stimuli emosional, dengan demikian melalui rasa
khawatir, orang yang menderita gangguan ini menghindari berbagai citra yang
tidak mengenakkan, dan sebagai konsekuensinya kecemasan yang mereka rasakan
terhadap berbagai citra tersebut tidak hilang, salh satu citra yang memicu
kecemasan adlah individu yang mengalami pascatrauma mencakup kematian, cedera,
atau penyakit.
Pandangan
Biologis
Beberapa studi mengindikasikan bahwa GAD dapt
memiliki komponen genetic. GAD sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki
hubungan keluarga dengan penderita gangguan ini, dan terdapat kesesuaian yang lebih
tinggi diantara kembar MZ disbanding kembar DZ, namun tingkat komponen genetic
ini tampaknya rendah (Hettema, M.Neale & Kendler, 2000). Model
nourobiologis yang paling umum untuk gangguan ini dilandasi oleh pengetahuan
mengenai cara kerja benzodiazepine, suatu kelompok obat-obatan yang seringkali
efektif untuk menangani kecemasan.
Para peneliti menemukan suatu reseptor dalam otak
untuk benzodiazepine yang berhubungan dengan neurotransmitterpenghambat yaitu,
asam gamma-aminobutyric (GABA). Pada reaksi ketakutan yang normal, neuron di
seluruh otak memicu dan menciptakan kecemasan. Proses tersebut juga merangsang
system GABA yang menghambat aktifitas ini dan mengurangi kecemasan. GAD dapat
disebabkan oleh kerusakan dalam system GABA sehingga kecemasan tidak dapat
dikendalikan. Benzodiazepine dapat menguramgi kecemasan dengan meningkatkan
pelepasan GABA sehingga obat-obatan yang menghambat system GABA memicu
peningkatan (Insell, 1986).
§ Terapi Gangguan
Anxietas Menyeluruh
Pendekatan
Psikoanalisis
Karena memandang gangguan kecemasan menyeluruh ini
berasal dari konflik-konflik yang ditekan, sebagian besar psikoanalisis bekerja
untuk membantu pasien untuk menghadapi sumber-sumber konflik yang sebenarnya.
Satu studi tanpa control menggunakan intervensi psikodinamika yang memfokuskan
pada konflik interpersonal dalam kehidupan masa lalu dan masa kini pasien
kemudian mendorong cara yang lebih adaptif untuk berhubungan dengan orang lain
pada saat ini, sama dengan para terapis kognitif behavioral mendorong penyelesaian
masalah social (cf.hal 582).
Pendekatan
Behavioral
Para ahli behavioral menangani kecemasan menyeluruh
dengan berbagai cara, jika terapis menganggap kecemasan sebagai serangkaian
respon terhadap berbagai situasi yang dapat diidentifikasi, apa yang tampak
sebagai kecemasan yang bebas mengalir dapt diformulasi ulang pada satu fobia
atau lebih atau kecemasan berisyarat, misalnya seorang terapis behavioral dapat
menyimpulkan bahwa klien yang mengalami kecemasan menyeluruh tampaknya secara
lebih spesifik memiliki ketakutan untuk mengkritik dan di kritik orang lain.
Kecemasan tampak bebas mengalir hanya karena klien menghabiskan banyak waktu
dengan banyak orang, terapis perilaku harus memformulasi ulang apa yang awalnya
tampak sebagai GAD menjadi semacam fobia. Meskipun demikian, trjadi kesulitan
untuk menemukan penyebab spesifik kecemasan yang diderita pasien tersebut.
Kesulitan semacam itu memicu para ahli klinis behavioral untuk memberikan
penanganan yang lebih umum seperti training relaksasi intensif dengan harapan
bahwa belajar untuk rileks ketika mulai merasa tegang seiring mereka menjalani
hidup akan mencegah kecemasan berkembang tanpa kendali (Barlow dkk, 1804;
Barkovec & Mathews, 1988; Ost, 1978b). Para pasien diajarkan untuk
melemaskan ketegangan tingkt rendah, merespon kecemasan yang baru muncul dengan
relaksasi daripada dengan kepanikan (Goldfried, 1971; Suinn&Richardson,
1971). Dan baru-baru ini strategi ini telah dibuktikan sangat efektif untuk
mengurangi GAD (a.l., Borkovec & Roemer, 1994; Borkovec & Whisman,
1996; kajian Derubeis & Crits-Cristoph, 1998; Boorkovec & Ruscio di
media).
Pendekatan
Kognitif
Jika suatu perasaan tidak berdaya tampaknya
mendasari kecemasan pervasive,terapis berorientasi kognitif akan membantu klien
menguasai keterampilan apapun yang dapat menumbuhkan perasaan kompeten.
Keterampilan tersebut termasuk asertivitas yang dapat diajarkan melalui
intruksi verbal, modeling, atau pembentukan operant, dan juga kombinasi secara
hati-hati dari ketiganya (Goldfried & Davidson, 1994). Teknik-teknik
kognitif juga digunakan dalm penanganan kekhawatiran kronis, komponen utama
GAD. Kekhawatiran walau bagaimanapun merupakan kejadian kognitif yang
memikirkan tentang berbagai kemungkinan yang menakutkan. Pendekatan Borkovec
(a.l., Borkovec & Costello, 1993) mengkombinasikan berbagai elemen Wolpe
dan Beck yaitu, mendorong pemaparan bertingkat terhadap berbagai situasi yang
menyebabkan kekhawatiran seiring pasien mencoba menerapkan ketermpilan
relaksasi dan analisis logis terhadap berbagai hal.
Secara kontras, Barlow dan rekan-rekannya lebih
senang terhadap pemaparan dalam waktu yang lama dan berlebihan terhadap sumber
masalah kecemasan berlebihan seseorang (Brown, O’Leary, & Barlow, 2001).
Misalnya seorang yang mersa kawatir terhadap pasangannya yang pulang terlambat
akan didorong untuk membayangkan kemungkinan terburuk seperti pesawat yang
ditumpanginya jatuh. Pasien diminta membayangkan hal ekstream dan sangat tidak
mungkin selama setmgah jam atau lebih kemudian memikirkan sebanyak mungkin kemungkinan
lain atas keterlambatan tersebut misalnya kesulitan memperoleh taksi atau
terjebak dalam kemacetan lalu lintas sehingga hal ini diasumsikan dapat
mengurangi kekawatiran pasien dengan alas an bahwa pasien tetap berada dalam
situasi yang menakutkan sehingga kecemasan diyakini akan terhapus, kemudian
dengan mempertimbangkan kemungkinan ketakutan terbunuh yang dapt terbayangkan
dimana pasien mengubah reaksi kognitifnya terhadap keterlambatan pasangannya.
Terapi kognitif-perilaku lebih unggul jika dibandingakan
dengan terapi benzodiazepine karena memang jika dikombinasikan dengan terapi
obat, hasilnya lebih buruk disbanding bila digunakan tanpa kombinasi (Power
dkk, 1990). Study terapi kognitif-behavioral bagi GAD menemukan bahwa perbaikan
kondisi berkaitan dengan kedatangan pasien yang ingin mengurangi ketergantungan
pada obat-obatan psikoaktif seperti valium (Brown dkk, 2001)
Pendekatan
Biologis
Anxiolityc seperti jenis yang disebutkan untuk
menangani fobia dan gangguan panic mungkin merupakan penanganan yang paling
banyak digunakan untuk gangguan kecemasan menyeluruh. Obat-obatan terutama
benzodiazepine seperti valium da xanax juga buspirone seringkali digunakan
karena pevasivitas gangguan, setelah diminum, obat tersebut akan bekerja selama
beberapa jam dalm berbagai situasi yang dihadapi. Sejumlah study doble blind
menegaskan bahwa obat-obatan tersbut memberi lebih banyak manfaat bagi para pasien
GAD disbanding placebo (Apter&Allen, 1999).
Beberapa studi
menunjukkan efektiviatas beberapa antidepresan tertentu dari jenis tricylic dan
ssri (Pollack dkk, 2001; roy-byrne,&Cowley, 1998). Namun obat-obatan
tersebut memiliki efek samoing yang tidak dikehendaki mulai dri mengantuk,
kehilangan memori, dan depresi hinnga ketergantungan fisik serta kerusakan
organ-organ tubuh selain itu jika pasien tidak minum obat, manfat yang
diperoleh biasanya akan hilang (Barlow, 1988). Mungkin hilangnya manfaat tersebut
terjadi karena pasien mengatribusikan perbaikan kondisinya pada hal eksternal
yaitu pengobatan itu sendiri bukan pada perubahan internal dan upaya coping
yang dilakukannya (davidso&vallins, 1969) sehimgga dengan demikian oasien
tetap mempercayai bahwa kemungkinan kecemasan dan kekawatiran tetap tidak dapt
dikendalikan.
4.
GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA
Gangguan Stres Pascatrauma dimaksudkan dalam DSM-III yang
mencangkup respon extrem terhadap stressor berat termasuk meningkatkan
kecemasan, penghindaran stimuli yang di asosiasikan dengan trauma dan tumpulnya
respon emosional. Seperti halnya gangguan lain dalam DSM, PTSD ditentukan oleh
sekelompok simtom namun tidak seperti definisi gangguan psikologis lainnya,
definisi PTSD mancangkup bagian dari asumsi etiologi yaitu, suatu kejadian atau
beberapa kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh
seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, atau cedera serius atau
ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang.
Terdapat perbedaan antara gangguan stres pasca trauma dan
gangguan stres akut, suatu diagnosis pertama kali muncul dalam DSM-IV. Hampir
semua orang yang trauma mengalami stres, terkadang sampai tingkat yang sangat
berat, dan hal itu normal. Jika stressor menyebabkan kerusakan yang signifikan
dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan selama kurang dari 1 bulan, maka
diagnosis yang ditegapkan adalah gangguan stres akut.
PTSD dimasukan stres berat dalam DSM dimaksudkan untuk
menunjukan pengakuan resmi bahwa penyebab PTSD yang utama adalah peristiwa yang
terjadi, bukan orang yang bersangkutan. Sintam-sintom PTSD dikelompokan dalam
tiga kategori pertama, diagnosis dapat ditegakkan jika sintom-sintom dalam tiap
katagori berlangsung selamat lebih dari 1 bulan.
1.
Mengalami kembali peristiwa
traumatis: Individu sering kali teringat pada kejadian tersebut dan mengalami
mimpi buruk tentang hal itu. Penderitaan emosional yang mendalam menimbulkan
oleh stimuli yang menimbulkan kejadian tersebut.Pentingnya mengalami kembali
tidak dapat diremehkan karena kemungkinan merupakan penyebab simtom-simtom
kategori lain. Beberapa teori PTSD membuat mengalami kembali sebagai ciri utama
dengan mengatribusikan gangguan tersebut pada ketidakmampuan mengintegrasikan
kejadian traumatic kedalam skema yang ada pada saat ini (a.l.foa, Zinbarg,
& Rothbaum, 1992; Horowitz, 1986).
2.
Upaya menghindar
yang menetap terhadap hal-hal yang mengingatkan pada pristiwa traumatic dan
penumpulan respon terhadap stimulus tersebut. Orang yang bersangkutan berusaha
menghindari untuk berfikir tentang trauma atau menghadapi stimuli yang akan
mengingatkan pada kejadian tersebut sehingga dapat terjadi amnesia terhadap
kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurutnya ketertarikan pada orang lain,
suatu rasa keterpisahan, dan ketidak mampuan untuk merasakan berbagai emosi
positif.
3.
Meningkatnya
aktivitas secara persisten, antara lain tidak dapat tidur, mudah tersinggung
atau meledak, sulit konsentrasi, berjaga-jaga, respon terkejut yang berlebihan.
§ Etiologi
Gangguan Stress Pascatrauma
Faktor-faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor PTSD, berdasarkan kejadian
traumatic yang dialami prediktor PTSD mencakup ancaman yang dirasakan terhadap
nyawa, berjenis kelamin perempuan, berpisah dari orang tua dimasa kecil,
riwayat gangguan dalam keluarga, berbagai pengalaman traumatis sebelumnya, dan
gangguan yang dialami sebelumnya(suatu gangguan anxietas atau depresi)(Breslow
dkk,1997,1999;Ehlers, Malow dan Briyant, 1998;Nisthist,Mechanic & Resick,
2000;Stin,1997).
Teori-teori
Psikologis
Ahli Psikologi Behavioralistic berpendapat bahwa PTSD
muncul kerena adanya proses belajar melalui kondisionig klasik terhadap rasa
takut sedangkan tori psikodinamikayang dikemukakan oleh horowitz(1986,1990)
menyatakn bahwa ingatan tentang kejadian traumatic muncul secara konstan dalam
pikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehingga secara sadar mereka
mensupresikan(melalui distraksi, contohnya) atau merepresinya.
Teori
– teori biologis
Penelitian pada orang kembar dan keluarga menunjukan
kemungkinan diathesis genetic dalam PTSD ( Hattema, Neala, dan Kendler, 2001 ).
Terlebih lagi, trauma dapat mengaktifasi system noradrenergic, meningkatkan
level norepinefrin sehingga membuat orang Terapi
Gangguan stress Pascatrauma
Penanganan PTSD terlepas dari orientasi teoritis terapis
mencakup pemaparan terhadap stimuli yang menimbulkan ketakutan, namun dalam
kasus PTSD didefenisikan sebagai reaksi kecemasan terhadap terhadap kejadian
traumatic yang dikenal, pemaparan dilakukan terhadap kejadian asli yang
menimbulkan ketakutan.
Dengan suatu cara, orang yang mengalami trauma didorong
untuk menghadapi sesuatu yang memicu trauma awaldengan tujuan untuk
menguasainya dan menghilangkan kecemasan berat yang berkaitan dengan kejadian
mengerikan tersebut.
Debriefing Stres
Inciden Kritikal
Terdapat area spesialisasi yang sedang berkembang
dan kadangkala di sebut traumalogi, konseling duka cita, debriefing yang terdiri
dari berbagai macam profesional kesehatan mental (psikolog, psikiater, pekerja
sosial, dan konselor yang telah menjalani profesional minimal).
Meskipun teknik teknik yang dilakukan berbeda
terdapat kesamaan dalam hal kepercayaan yang telah lama dianut bahwa hal
terbaik adalah mengintervensikan sebanyak mungkin korban selamat 24 jam hingga
72 jam setelah terjadinya pristiwa traumatic, tepat sebelum PTSD memiliki
kesempatan untuk berkembang dan mendorong mereka untuk mengkaji secara detail
tentang apa yang terjadi dan mengekspresikan sekuat mungkin perasaan mereka
tentang kejadian mengerikan tersebut.
Penderita trauma tidak langsung menjadi PTSD bahkan
sebagian besar menderita gangguan stres akut dimana mereka mengalami berbagai
emosi negatif ekstrem dan kehidupan mereka terganggu.
Pendekatan di
Masa Perang
Selama
perang dunia II tentara yang lelah bertempur sering kali ditangani dengan
narkosintesis yaitu suatu prosedur yang dapat dianggap sebaga katarsis dengan
bantuan obat ala Breiuer. Tentara diinjeksi dengan sodium penthotal kedalam
pembuluh darah. Dalam dosis yang cukup untuk menimbulkan rasa kantuk ekstrem.
Terapis menyatakan dengan suara yang meyakinkan bahwa tentara tersebut tengah
berada di medan perang, di garis depan.Jika diperlukan terapis menyebutkan
situasi peperangan tertentu. Pasien biasanya mulai mengingat, seringkali dengan
emosi intens, kejadian-kejadian menakutkan yang mungkin telah terlupakan.
Sering kali trauma dihidupkan kembali dan bahkan diperagakan oleh pasien.
Seiring pasien secara bertahap kembali sadar terapis tetap mendorong pembahasan
mengenai berbagai kejadian mengerikan dengan harapan bahwa pasien akan
menyadari bahwa semua kejadian tersebut adalah masa lalu dan bukan ancaman.
Dengan cara ini diharapkan terjadinya sintesis atau kemunculan bersama
kengerian masa lalu dengan kehidupan saat ini
.
Pendekatan
Kognitif dan Behavioral
Prinsip dasar terapi prilaku berbasis pemaparan
adalah cara terbaik untuk menghapus rasa takut ialah dengan menghadapkan pasien
dengan sesuatu yang paling dihindarinya. Kadang kala dalam trauma terdapat
imajinasi seperti dalam disensitasi sistematik. Diagnosis PTSD mencakup
referensi mengenai hal yang memicu masalah dan biasanya diketahui hingga
menghasilkan keputusan taktis yaitu bagaimana memaparkan pasien pada sesuatu
yang menakutkan baginya.
1.
Berada dalam situasi
aman yang mengingatkannya bahwa trauma tidak berbahaya,
2.
Mengingat trauma tidak
sama dengan mengalaminya lagi,
3.
Kecemasan berkurang
tanpa melakukan penghindaran,
4.
PTSD tidak menyebabkan
hilangnya kendali.
Shaviro mengenalkan
suatu pendekatan untuk menangani trauma yang disebut Eye Movement Desensitization
and Reprocesing (EMDR). Pendekatan ini dilakukan dengan cepat dan hanya
memerlukan ½ sesi hingga lebih efektif dari prosedur pemaparan standar. Dalam
prosedur ini pasien membayangkan situasi yang berkaitan dengan masalahnya.
Dengan bayangan tersebut pasien memandang jari terapis dan mengikutinya dengan
pandangan yang mengikuti arah jari terapis. Proses ini berlangsung kurang lebih
1 menit atau sampai pasien mengatakan kengerian bayangan itu berkurang.
Lalu, terapis meminta pasien menceritakan
semua pikiran negatifnya, sekali lagi dengan mengarahkan dengan mengarahkan
pandangannya pada jari terapis yang terus bergerak. Terakhir pasien diminta
berfikir positif dan hal ini juga dilakukan sambil memandang jari terapis yang
bergerak. Teknik ini memunculkan banyak kontrofersi karena spesifikasi terapi
telah berubah sejak pertama kali dikembangkan, dan pendapat terpolarisasi
dengan cara yang jarang terjadi dalam ilmu pengetahuan.
Pendekatan
Psikoanalisis
Pendekatan ini
menekankan cara trauma berinteraksi dengan kepribadian pasca trauma pasien.
Terapi kompleks ini memerlukan verifikasi empiris. Beberapa studi terkendali
yang dilakukan sejauh ini hanya memberikan sedikit dukungan empiris terhadap
efektifitasnya.
Pendekatan
Biologis
Pengobatan digunakan
untuk mengatasi berbagai kondisi yang dialami bersamaan dengan PTSD seperti
depresi,perbaikan kondisi depresi dapat memperbaiki kondisi PTSD terlepas
bagaimana penanganan terhadap PTSD itu. Dukungan social adalah hal penting,
kadang kala dapat menemukan cara untuk memberikan dukungan pada orang lain,
dapat membantu si pemberi dan penerima sekaligus. Menjadi kelompok religious,
memiliki keluarga, teman teman, atau sesame individu yang mengalami trauma
dapat mebantu menghilangkan beban traumatic yang dialami dengan efektif.
Cara kerja pemaparan ialah pada penghapusan respon
ketakutan. Pemaparan dapat mengubah makna stimuli bagi orang terkait. Ednafoa
menekankan aspek aspek korektif
pemaparan terhadap hal yang ditakuti yaitu pemaparan menyebabkan
berkueangnya simtom simtom dengan memungkinkan pasien menyadari pemikiran yang
berlawanan dengan mereka bahwa :
yang bersangkutan lebih mudah terkejut dan lebih cepat
mengkspresikan emosi dibanding dengan kondisi normal.
5.
GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Pasien gangguan ini
terpaksa berfikir/melakukan hal hal yang tidak mereka inginkan. Obsesif ialah
gangguan terus menerus dari fikiran yang tidak diinginkan. Kompulsif ialah
desakan yang tidak tertahan untuk melaksanakan tindakan tertentu. Jadi,
gangguan obsesif komplusif adalah gangguan cemas dimana fikiran sesorang
dipenuhi oleh gagasan gagasan yang menetap dan tidak terkontrol serta memaksa
melakukan tindakan yang berulang sehingga stress dan mengganggu dalam kehidupan
sehari hari.
Orang yang mempunyai kelianan
ini mempunyai fikiran dan desakan dan begitu memahami benaknya sepanjang waktu
dan ia tidak dapat mengendalikannya. Misalnya, anak muda dapat dikejar oleh
fikiran karna memperlihatkan kemaluannya didepan umum. Kemungkinnan itu akan
ditransformasikan kedalam tindakan sangat kecil. Namun orang yang mengalami
gangguan ini dihantui oleh fikiran tersebut, tidak mengerti mengapa fikiran
tetap ada dan hidup dalam ketakutan.
Tindakan kompulsif
berkisar dari macam macam prilaku tahayul ringan, seperti melangkah dengan
bunyi tajam ditrotoaratau mengatur barang barang di meja dengan susunan yang
tepat sebelum memulai suatu tugas. Pada umumnya manusia merasa damai dalam
acara rutin keluarga atau itual tertentu saat merasakan stres. Tapi pada pasien
obsesif kompulsif menjadi sangat cemas bila mereka mencoba menahan kompulsifnya
dan lega begitu melakukan.
§ Etiologi Gangguan
Obsesif-Kompulsif
Sudut Pandang
Psikoanalisa
Gangguan ini timbul
dari daya instinktif seperti seks dan agresifitas, dan yang tidak berada dibawah
control individu karena toilet training yang kasar. Individu menjadi terfiksasi
pada masa anal.
Sudut
Pandang Cognitif-Behaviour
Para ahli mengemukakan
obsesif kompulsif adalah prilaku yang dipelajari dan diperkuat dengan
kekurangannya rasa takut. Kompulsif memeriksa terjadi karena deficit ingatan.
Ketidakmampuan untuk mengingat tindakan secara akurat ayau untuk membedakan
antara prilaku yang benar benar dilakukan dan imajinasi yang membuat sesorang
memeriksanya berkali kali. Pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan untuk
mengabaikan strimulus.
Sudut
Pandang Biologis
Gangguan ini melibatkan
norotransmitter di otak khususnya serotonin. Dapat juga terlibat karna factor
genetic dalam pembentukan gangguan.
§ Terapi Gangguan
Obsesif-Kompulsif
Pendekatan
psikoanalisa
Terapi ini dilakukan
dengan mengurangi represi dan memungkinkan pasien menghadapi hal yang
ditakutinya. Namun karena pikiran yang
mengganggu dan prilaku kompulsif bersifat melindungi ego dari konflik yang
direpresi, maka hal ini menjadi sulit untuk dijadikan target terapi.
Eksposure and Response Prevention (Flooding)
Terapi ini diciptakan
Victor Mayer dimana pasien menghadapkan dirinya pada situasi kompulsif (seperti
memegang sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan
ritual yang biasa dilakukan (mencuci tangan). Tindakan itu dapat membuatnya
menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan menjadi hilang.
Rational-Emotive
Behaviour Therapy
Ini dilakukan dengan
pemikiran untuk membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa sesuatu harus
terjadi menurut apa yang mereka inginkan. Terapi kognitif dari Beck juga dapat
digunakan untuk menangani gangguan ini. Pada pendekatan ini pasien didorong
untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka
tidak menampilkan prilaku kompulsif.
Pendekatan
Biologis
Banyak menggunakan obat
obatan yang meningkatkan serotonin.
2.3
CARA MENGHILANGKAN KECEMASAN
Cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan
ialah dengan jalan menghilangkan sebab-sebabnya. Tetapi tidak semua orang
sanggup mengatasinya dengan cara tersebut, dan mencari jalan lain yang kurang
sehat yaitu berupa usaha-usaha yang tidak disadari.
a)
Pembelaan
yaitu, usaha yang dilakukan untuk
mencari alasan-alasan yang masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak
masuk akal, dinamakan pembelaan. Pembelaan ini tidak dimaksudkan agar tindakan yg tidak masuk akal itu dijadikan
masuk akal;akan tetapi membelanya,sehingga terlihat masuk akal .
Pembelaan ini tidak pula dimaksutkan
untuk membujuk atau membohongi orang lain,akan tetapi membujuk dirinya
sendiri,supaya tindakan yg tidak bisa
diterima itu masih tetap dalam batas batas yg di inginkan oleh dirinya.lain
halnya dengan dusta,dimana penyeleweng
dari kenyataan terjadi secara nyata dan disadari, dan berusah membujuk
orang.misalnya seorang pemuda yg berusaha mendapat seorang gadis tertentu,akan
tetapi si gadis tidak memperhatikannya. Untuk membela diri dari rasa kecewa dan
kecil hati, ia membujuk dirinya dengan mencari-cari kelemahan dan keburukan si
gadis, bahkan mencela gadis tersebut.
b)
Proyeksi
adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam
dirinya kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran atau dorongan-dorongan
yang tidak masuk akal. Misalnya seorang
yang menghadapi kegagalan dalam sekolah, kantor, usah dan sebagainya,
tidak mengetahui kelemahan dan kesalahnya dan mencari pada orang lain, atau
sesuatu diluar dirinya untuk dipersalahkan supaya dapat ia manghindari rasa
gelisah dan rendah diri.
c)
Identifikasi
adalah kebalokan dari proyeksi,dimana orang turut merasakan sebagian dari tindakan
atau sukses yg di capai oleh orang lain. Apabila iya melihat orang berhasil
dalam usahanya iya gembira seolah olah iya yg sukses.dan apabila iya melihat
orang kecewa iya juga ikut merasa sedih.
Dengan identifikasi, orang kepuasan
dengan apa yang dicapai oleh orang lain, walaupun ia sendiri tidak mampu
mencapainya. Misalnya kita merasa bangga dan puas apabila pemain-pemain yang
kitra sukai menang dalam pertandingan.
Identifikasi hampir sama dengan meniru,
hanya pada meniru orang mengambil sifat-sifat orang lain menjadi contoh yang
akan diikuti. Akan tetapi pada identifikasi tidak hanya tebatas kepada meniru,
tetapi merasa seolah-olah ia sendiri yang ditiru, sehingga ia merasa gembira
atas sukses yang dicapai olrh oreang yang
ditiru itu dan merasa sedih atas kesusahan yang menimpanya karnanya identifikasi itu hanya terdapat orang yang
dicintai.
Karna adanya identifikasi inilah maka
orang dapat merasa tertarik dan senang melihat film,membaca buku dan
sebagainya.Orang mengidentifikasi dirinya terhadap pahlawan-pahlawan yg
terdapat dalam cerita itu, terutama yg dekat dengan jiwanya.identifikasi dan
meniru sangat penting dalam perkembangan kepribadian anak.biasanya anak-anak
belajar melakukan fungsinya dalam hidup dgn jalan meniru dan
mengidentifikasi;anak laki-laki terhadap bapak nya dan anak perampuan terhadap
ibunya.
d)
Hilang
hubungan(disassosiasi). Seharusnya perbuatan
,pikiran dan perasaan orang berhubungan satu sama lain.Apabila orang merasa
bahwa ada seseorang yang dengan sengaja menyinggung perasaannya, maka ia akan
marah dan menghadapinya dengan balasan yang sama.dalam hal ini perasaan,pikiran
dan tindakan nya adalah saling berhubungan dengan harmonis.akan tetapi ke
harmonisan itu mungkin hilang akibat pengalaman pengalaman pahit yg dilalui
waktu kecil.
Misalnya orang tua slalu mengajarkan
kepada anaknya,bahwa tidak baik memukul atau menyakiti orang .tapi jika pada
suatu ketika perbuatan orang tua itu menyebabkan anak akan marah,maka ia tidak
akan memukul orang tuanya,karna memukul itu tidak baik tetapi dalam hatinya
tetap dirasakan kemarahan itu,dan untuk melepaskan nya ia akan melakukan
hal-hal yang menakutkan,atau berbicara tentang hal-hal yg mengerikan,dan
sebagainya.disassosiasi itu dapat di bagi dalam dua macam,yaitu:tindakan
terpaksa(compulsive)dan tindakan pengganti(exessive).
Dalam hal pertama orang merasa terdorong
atau terpaksa melakukan sesuatu tindakan ,tanpa disadari tanpa jelas apa sebab
dilakukan perbuatan itu.misalnya mengulang-ulang mencuci tangan,menghitung-hitung
dan sebagainya.
Dalam
hal kedua orang berpikir dan berbicara tentang sesuatu sebagai ganti dalam
melakukannya nya guna menutupi ketidakmampuannya mengerjakan sesuatu itu,dan
supaya tidak merasa rendah diri olehnya .misalnya seorang yang tidak bisa merasa bergaul dalam satu
organisasi,lalu dipelajarinya teori-teori organisasi itu sekedar untuk menutupi
rasa tidak mempunyai itu.
e)
Represi
adalah tekanan untuk melupakan hal-hal
dan keinginan-keinginan yang tidak di
setuju oleh hati nuraninya.semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan
terasa dorong-dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya.proses ini terjadi
secara tidak di sadari.
dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau faktor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan ini disadari. Misalnya seorang anak yang di benci kepada orangtuanya, akibat perilaku orang tua itu terhadapnya. Akan tetapi menurut didikan dan ajaran yang diterima sejak kecil, benci kepada orang tua nya itu tidak baik daqn dikutuk oleh Tuhan. Karenanya ia tidak mau merngakui perasaan benci dan durhaka itu, karena berlawanan dengan hati nurani ,dan perasaaan itu di tekankan sampai lupa. Tapi dalam bentuk lain dalam perasaan yang ditahan itu akan menjelma, misalnya mimpi melihat tikus dan harimau berkelahi,yang dimenangkan tikus (dirinya)atau jalan-jalan sedang tidur dan sebagainya.
dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau faktor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan ini disadari. Misalnya seorang anak yang di benci kepada orangtuanya, akibat perilaku orang tua itu terhadapnya. Akan tetapi menurut didikan dan ajaran yang diterima sejak kecil, benci kepada orang tua nya itu tidak baik daqn dikutuk oleh Tuhan. Karenanya ia tidak mau merngakui perasaan benci dan durhaka itu, karena berlawanan dengan hati nurani ,dan perasaaan itu di tekankan sampai lupa. Tapi dalam bentuk lain dalam perasaan yang ditahan itu akan menjelma, misalnya mimpi melihat tikus dan harimau berkelahi,yang dimenangkan tikus (dirinya)atau jalan-jalan sedang tidur dan sebagainya.
f)
Substitusi
adalah cara pembelaan diri yang paling
baik diantara cara-cara yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam
substitusi orang melakukan sesuatu,
karna tujuan-tujuan yang baik, yang berbeda sama sekali dari tujuan asli
yang mudah dapat diterima, dan berusaha mencapai sukses dalam hal itu.
Substitusi itu ada dua macam yaitu:
·
Sublimasi pengungkapan
dari dorongan yang tidak dapat di terima dalam masyarakat dengan cara yang
dapat diterima. Misalnya orang yang tidak dapat memenuhi dorongan seksualnya
dengan cara yang wajar, mencari cara pengganti (sublimasi) yang memuaskan juga,
misalnya mengarang serjak dan cerita, membuat lukisan-lukisan dan sebagainya.
Tujuannya ialah untuk mengurangi kegelisahan yang terasa akibat tidak terpenuhinya dorongan itu, dan untuk melupakan atau mengalihkan perhatian dari yang tidak di terima kepada yang dapat diterima.
Tujuannya ialah untuk mengurangi kegelisahan yang terasa akibat tidak terpenuhinya dorongan itu, dan untuk melupakan atau mengalihkan perhatian dari yang tidak di terima kepada yang dapat diterima.
·
Kompensasi usaha untuk
mencapai sukses dalam suatu lapangan, setelah gagal dalam lapangan lain.
Misalnya seorang anak yang tidak bisa
berolahraga, akan bersungguh-sungguh sekali dalam pelajaran, sehingga ia
menjadi murid yang terpandai dalam kelasnya,
dan menjadi pusat perhatian guru dan kawan-kawannya. Demikian pula
sebaliknya, kadang kadang orang berlebih-lebihan dalam kompensasi ini, karna
ingin mengimbangi kekurangan-kekurangan yang dirasakan dalam salah satu
lapangan hidup yang penting.
2.4
SUMBER-SUMBER KECEMASAN
Siswa terkadang
mengembangkan perasaan kecemasan tentang stimuli tertentu melalui proses
kondisioning klasik. Mereka juga lebih mungkin mengalami kecemasan, khususnya
kecemasan yang merugikan, ketika menghadapi suatu ancaman suatu situasi dimana
mereka percaya bahwa mereka memiliki sedikit atau bahkan tidak sama sekali memiliki
untuk sukses. Kecemasan yang membantu lebih umum ketika siswa menghadapi suatu
tantangan, suatu situasi dimana mereka percaya mereka mungkin mencapai
kesuksesan dengan sejumlah usaha yang signifikan namun masuk akal(Rombes,
Richard, & Richards, 1967;Csikzeentmihalyi & Nakamura, 1989;Deccy &
Ryan, 1992).
·
Situasi dimana
keselamatan fisik terancam-misalnya,
jika kekerasan lazim terjadi di sekolah atau di sekitar lingkungan mereka.
·
Situasi di mana
kepantasan diri self worth terancam
misalnya ketika seseorang mengucapkan kata-kata yang merendahkan ras atau
jender mereka.
·
Kepedulian tentang
penampilan fisik, misalnya merasa selalu gemuk atau kurus, atau mencapai masa
pubertas lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan teman-temannya.
·
Situasi baru, misalnya pindah
kesekolah baru.
·
Penilaian atau evaluasi
dari orang lain, misalnya menerima nilai rendah dari seorang guru atau di
kucilkan oleh teman-teman.
·
Frustrasi dengan mata
pelajaran, misalnya, pernah merasa kesulitan dengan kosep matematika tertentu.
·
Tuntutan kelas yang
berlebihan, misalnya, diharapkan mempelajari banyak materi dalam waktu singkat.
·
Ujian kelas, misalnya,
menjalani ujian penting, khususnya ujian yang memengaruhi kesempatan naik kelas
atau kelulusan.
·
Kekhawatiran tentang
masa depan. Misalnya, bagaimana mencari penghidupan setelah lulus SMA.
2.5
GANGGUAN
ANXIETY
Gangguan anxiety
adalah suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak
realistik, irrasional,dan tidak dapat secara intensif ditampilkandalam
cara-cara yang jelas.
Untuk menerangkan hal ini, ada baiknya dikemukakan
terlrbih dahulu mengenai gaya neurotik. Ada 2 hal penting dari gaya neurotik
ini yaitu inti neurotik berupa persepsi baha ya lingkungan penuh ancaman dan
pertentangan neurotik berupa perasaan mengenai dirinya yang berada dalam
keadaan darurat sehingga melakukan tindakan dan membangun sikap yang
bertentangan dengan proses penyembuhan yang sesungguhnya.
Jenis-jenis hambatan(inhibition)dalam neurotik
style:
·
Agresi atau Asersi : Seorang
dengan neurotik style memperlihatkan diri sebagai seseorang yang selalu
gelisah(uncountable) dalam situasi apapun. Adapun orang-orang yang ketika
menghadapi suatu situasi, akan bertindak rigid sehingga kalau pun terjadi
tindakan yang sesuai hal itu akan dirasakan terpaksa.
·
Tanggung jawab dan
Kemandirian : Ada individu yang mengembangkan pola prilaku yang didasari sikap
apersif yang didorong oleh kecemasan anxiety dalam rangka berlatih membangun
indepedensi atau untuk memiliki otonimi/otoritas untuk menguasai dan mengatur
orang lain. Situasi itu akan menimbulkan stres dan anxiety yang secara kejiwaan
menyakitkan. Situasi atau kejadian yang mengundang arsensi adalah keberanian
independen atau mempunyai otoritas.
·
Submision yaitu sikap
dan prilaku yang cenderung mengalami rasa takut atau cemas dan menghadapinya
dengan tindakan mengikuti kulturnya. Perilaku menurut submision dan dependen
merupakan perilaku yang sesuai untuk banyak lingkungan kehidupan.
·
Kedekatan(Intimasy) dan
kepercayaan(trust)orang-orang yang merasa dirinya mengalami anxiety yang kuat,
berusaha untuk mendekat pada pihak yang lebih kuat.
2.6
PROSES
TERJADINYA KECEMASAN
Secara tidak di sadari
kita telah mengetahui terjadinya kecemasan yang kita alami adalah suatu keadaan
yang selalu berkaitan dengan pikiran.
Burns(1998)mengemukakan,
emosi ataupun rasa cemas yang kita rasakan di sebabkan adanya dialog internal
dan pikiran individu yang mengalami kecemasan ataupun perasaan cemas. Ahli
lain, Blackburn dan Davidson (1994) mengemukakan proses terjadinya kecemasan
melalui model kognitif kecemasan.
Secara teori terjadinya
kecemasan diawali oleh pertemuan individu dengan stimulus yang berupa situasi
yang berpengaruh dalam bentuk kecemasan (situasi mengancam), yang secara
langsung atau tidak langsung hasil pengamatan ataua pengalaman tersebut diolah
melalui proses kognitif dengan menggunakan skemater (pengetahuan yang telah
dimiliki individu terhadap situasi tersebut yang sebenarnya mengancam atau tidak
mengancam dan pengetahuan tentang kemampuan dirinya untuk mengendalikan dirinya
dan situasi tersebut).
Setiap pengetahuan
tersebut dapat terbentuk dari keyakinan pendapat orang lain, maupun pendapat
individu sendiri serta dunia luar. Pengetahuan (skemata) tersebut, tentunya
akan mempengaruhi individu untuk dapat membuat penilitian hasil kognitif
sehingga respon yang akan ditimbulkan tergantung seberapa baik penilaian
individu untuk mengenai situasi tersebut, dan tergantung seberapa baik individu
tersebut dapat mengendalikan dirinya.
Praktisnya, terjadinya
kecemasan melalui proses yang telah disebutkan adalah tentang bagaimana kita
dapat mengevaluasi tindakan apa saja yang harus kita lakukan apabila merasakan
kecemasan. Selain kita harus memahami tentang keadaan apa saja yang menyebabkan
kita merasakan cemas, tentunya setelah itu kita harus dapat mengendalikan diri
untuk dapat mengelola emosi dan mengeola permasalahan yang menyebabkan
kecemasan tersebut.
2.7
ASPEK-ASPEK
YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN
Dapat disumpulkan bahwa aspek-aspek yang
mempengaruhi kecemasan dapat berupa pengetahuan yang telah dimiliki objek
tentang situasi yang sedang dirasakan, apakah sebenarnya mengancam atau tidak
mengancam, serta kemampuan tentang dirinya untuk mengendalikan dirinya (termasuk
keadaan emosi maupun fokus ke permasalahnnya).
Bandura (Blackburn dan Davidson, 1994) menjelaskan
hal-hal yang berpengaruh dalam meredakan kecemasan antara lain sebagai berikut
:
a. Self
efficacy adalah sebagai suatu perkiraan individu terhadap kemampuannya sendiri
dalam mengatasi situasi.
b. Outcome
expectancy memiliki pengertian sebagai perkiraan individu terhadap kemungkinan
terjadinya akibat-akibat tertentu yang mungkin berpengaruh dalam menekan
kecemasan.
Menurut ramaiah (2003) ada beberapa cara untuk
mengatasi kecemasan,yaitu sebagai berikut :
a. Pengendalian
diri, yakni segala usaha untuk mengendalikan berbagai keinginan pribadi yang
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisinya.
b. Dukungan,
yakni dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat memberikan kesembuhan
terhadap kecemasan.
c. Tindakan
fisik, yakni melakukan kegiatan-kegiatan fisik,seperti olah raga akan sangat
baik untuk menghilagkan kecemasan.
d. Tidur,
yakni tidur yang cukup dengan tidur enam sampai delapan jam pada malam hari
dapat mengembalikan kesegaran dan kebugaran tubuh.
e. Mendengarkan
musik, yakni mendengarkan musik lembut akan dapat membantu penenangan pikiran
dan perasaan.
f. Konsumsi
makanan, yakni keseimbangan dalam mengonsumsi makanan yang mengandung gizi dan
vitamin sangat baik untuk mendapat kesehatan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Orang-orang yang
mengalami gangguan anxiety merasakan kekhawatiran yang berlebih yang sebenarnya
tidak perlu.Anxiety ini termasuk gangguan jenis DSM-IV-TR yang didalamnya
terdapat bermacam-macam gangguan kecemasan diantaranya adalah gangguan fobia,
gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, dan
gangguan stres pada pascatrauma.
Fobia adalah ketakutan
luar biasa yang tidak masuk akal yang mengganggu kehidupan seseorang yang sebenarnya
normal. Fobia digolongkan menjadi 2 macam yaitu fobia sosial dan fobia
spesifik. Fobia sosial adalah ketakutan terhadap situasi sosial dimana
seseorang mungkin diamati oleh orang lain, sedangkan fobia spesifik adalah
ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek
atau situasi yang spesifik.
Serangan panic adalah
kecemasan atau ketakutan yang intens dalam waktu yang relatif singkat (biasanya
kurang dari satu jam), dan disertai dengan simtom somatic seperti berkeringat
dingin. Sedangkan gangguan kecemasan menyeluruh adalah kekhawatiran yang
berlebihan dan bersifat persuasive disertai dengan berbagai simtom somatic yang
menyebabkan gangguan yang signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan.
Gangguan stres pascatrauma
dimasukan sebagai diagnosis dalam DSM III yang mencakup respon ekstrem terhadap
stressor berat termasuk meningkatnya kecemasan , penghindaran stimuli yang
diasosiasikan dengan trauma dan tumpulnya respon emosional. Seperti halnya
gangguan lain dalam DSM, PTSD ditentukan oleh sekelompok simtom namun tidak seperti defenisi gangguan
psikologis lainnya, defenisi PTSD mencangkup bagian dari asumsi etiologi yaitu,
suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan
secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, atau
cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang.
Orang yang mengalami
gangguan obsesif-kompulsif terpaksa berfikir tentang hal-hal yang tidak ingin
mereka pikirkan atau melakukan hal-hal yang tidak mereka inginkan. Obsesif
merupakan gangguan terus menerus dari pikiran atau bayangan yang tidak
diinginkan. Kompulsif merupakan desakan yang tidak tertahan untuk melaksanakan
tindakan atau ritual tertentu.
Sejumlah kecil kecemasan
sering meningkatkan performa, yaitu:
1. Kecemasan
yang membantu(facilitating anxiety). Sedikit mengalami kecemasan akan mendorong
siswa untuk bertindak, misalnya itu dapat membuat mereka masuk kelas, membaca
buku, mengerjakan tugas, belajar untuk ujian. Itu juga membuat siswa
mengerjakan tugas kelas mereka dengan seksama dan merenung sejenak sebelum
memberikan respons.
2. Kecemasan
yang meugikan(debilitating anxiety). Kecemasan yang berlebihan membuat
konsentrasi dan perhatian siswa terhadap tugas yang akan diberikan menjadi
terganggu.
3.2
Saran
Sebaiknya kita mempelajari lebih dalam akan kecemasan.
Terkadang kita sering sekali menghadapi kecemasan, tetapi kita tidak mengetahui
cara mengatasinya. Untuk itu, kita wajib mengetahui akan seluruh aspek yang
berhubungan dengan kecemasan.